TEORI PTK
Rabu, 17 November 2010
Penelitian Tindakan Kelas (Part II)
Oleh: Drs. Tatang Sunendar, M.Si.
Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat
A.
Latar Belakang
Belakangan
ini Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semakin menjadi trend untuk dilakukan oleh
para profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan peningkatan mutu di
berbagai bidang. Awal mulanya, PTK, ditujukan untuk mencari solusi terhadap
masalah sosial (pengangguran, kenakalan remaja, dan lain-lain) yang berkembang
di masyarakat pada saat itu. PTK dilakukan dengan diawali oleh suatu
kajian terhadap masalah tersebut secara sistematis. Hal kajian ini kemudian
dijadikan dasar untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan
rencana yang telah disusun, kemudian dilakukan suatu observasi dan evaluasi
yang dipakai sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi
pada tahap pelaksanaan. Hasil dari proses refeksi ini kemudian melandasi upaya
perbaikan dan peryempurnaan rencana tindakan berikutnya. Tahapan-tahapan di
atas dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan sampai suatu kualitas
keberhasilan tertentu dapat tercapai.
Dalam bidang pendidikan,
khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai suatu penelitian
terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu proses dan
hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap PTK, guru dapat
menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri, bukan kelas
orang lain, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang
relevan secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian terapan, disamping guru
melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, tidak perlu harus meninggalkan
siswanya. Jadi PTK merupakan suatu penelitian yang mengangkat masalah-masalah
aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, guru
mempunyai peran ganda : praktisi dan peneliti.
B.
Mengapa Penelitian Tindakan Kelas Penting ?
Ada beberapa alasan mengapa
PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk meningkatkan profesional seorang
guru :
1.
PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka tanggap
terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi reflektif dan kritis
terhadap lakukan.apa yang dia dan muridnya
2.
PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional.
Guru tidak lagi sebagai seorang praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa
yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun
juga sebagai peneniliti di bidangnya.
3.
Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu
memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa
yang terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata
didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
4.
Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena
dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian
yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
5.
Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu
dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi
berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.
6.
Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan
untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara
berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional; mengembangkan
keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan
instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.
C.
Hakikat Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt
Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan
oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin McTaggart, John Elliot, Dave
Ebbutt, dan sebagainya.
PTK di Indonesia baru dikenal
pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa ini keberadaannya
sebagai salah satu jenis penelitian masih sering menjadikan pro dan kontra,
terutama jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya.
Jenis penelitian ini dapat
dilakukan didalam bidang pengembangan organisasi, manejemen, kesehatan atau
kedokteran, pendidikan, dan sebagainya. Di dalam bidang pendidikan penelitian
ini dapat dilakukan pada skala makro ataupun mikro. Dalam skala mikro misalnya
dilakukan di dalam kelas pada waktu berlangsungnya suatu kegiatan
belajar-mengajar untuk suatu pokok bahasan tertentu pada suatu mata kuliah.
Untuk lebih detailnya berikut ini akan dikemukan mengenai hakikat PTK.
Menurut John Elliot bahwa yang
dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk
meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982). Seluruh prosesnya,
telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh
menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan
profesional. Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis dan Mc
Taggart, yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif
yang dilakukan oleh peserta–pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan
penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat
dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).
Menurut Carr dan Kemmis seperti
yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan
istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan oleh para
partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial
(termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a)
praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b)
pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi ( dan
lembaga-lembaga ) tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan (Harjodipuro,
1997).
Lebih lanjut, dijelaskan oleh
Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan
melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik
mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau utuk
mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis
terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri
untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. PTK
mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan
teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai
pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan pendapat-pendapat
di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam rangka guru bersedia
untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi dirinya sendiri
sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup
professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri
tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya, baik
dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun
aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.
Dengan dilaksanakannya PTK,
berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang senantiasa bersedia
meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya peningkatan kualitas
tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis, realities, dan rasional, yang
disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan kelas sehingga gurulah yang
tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya. Apabila di dalam
pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan bersedia mengadakan
perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya tidak terjadi
permasahan.
Berdasarkan uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah suatu penelitian yang
dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan
oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan
sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan
belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan.
Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan oleh guru/pengajar-peneliti itu
sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal
di kelas.
D.
Jenis dan Model PTK
Sebagai paradigma sebuah
penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki karakteristik yang relatif agak
berbeda jika dibandingkan dengan jenis penelitian yang lain, misalnya
penelitian naturalistik, eksperimen survei, analisis isi, dan sebagainya. Jika
dikaitkan dengan jenis penelitian yang lain PTK dapat dikategorikan sebagai
jenis penelitian kualitatif dan eksperimen. PTK dikatagorikan sebagai
penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis digunakan pendekatan
kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan sebagai penelitian
eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan perencanaan, adanya perlakuan
terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi terhadap hasil yang dicapai
sesudah adanya perlakuan. Ditinjau dari karakteristiknya, PTK setidaknya
memiliki karakteristik antara lain: (1) didasarkan pada masalah yang dihadapi
guru dalam instruksional; (2) adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3)
penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; (4) bertujuan
memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek instruksional; (5)
dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
Menurut Richart Winter ada enam
karekteristik PTK, yaitu (1) kritik reflektif, (2) kritik dialektis, (3)
kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan jamak, dan (6) internalisasi teori dan
praktek (Winter, 1996). Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan secara
singkat karakteristik PTK tersebut.
1.
Kritik Refeksi; salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif
pada umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil
observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK yang
dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan
refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga dimungkinkan pada taraf
evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
2.
Kritik Dialektis; dengan adanyan kritik dialektif diharapkan
penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya.
Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks
hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan
secara jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal, -maksudnya di balik unit
yang jelas, yang memungkinkan adanya kecenderungan mengalami perubahan meskipun
sesuatu yang berada di balik unit tersebut bersifat stabil.
3.
Kolaboratif; di dalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama
dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan
sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data
sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam
PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu latar yang
ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga terlibat
langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama atau
kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang menyebabkan
suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan ini ialah berupa
sudut pandang yang disampaikan oleh setiap kolaborator. Selanjutnya, sudut
pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting dalam upaya pemahaman
terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk itu, peneliti akan bersikap
bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang dapat digunakan untuk
memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut
pandang yang berasal; dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai
pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki
,kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari
kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan bahwa
fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini, bukan sebagai
yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil tidaknya penelitian.
4.
Resiko; dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar
peneliti berani mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian
berlangsung. Resiko yang mungkin ada diantaranya (a) melesetnya hipotesis dan
(b) adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui
keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan mengalami
perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri adanya diskusi atau
pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya menyebabkan pandangannya
berubah.
5.
Susunan Jamak; pada umumnya penelitian kuantitatif atau
tradisional berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal,
penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian
ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif. Susunan jamak
ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencakup
semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh, seandainya
yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar, situasinya
harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan
pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai, dan
sebagainya.
6.
Internalisasi Teori dan Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK
bahwa antara teori dan praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan
tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung, dan
keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini berbeda dengan
pandangan para ahli penelitian konvesional yang beranggapan bahwa teori dan
praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori diperuntukkan
praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat digunakan dan
dikembangkan bersama.
Berdasarkan uraian di atas,
jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda dengan bentuk penelitian yang
lain, baik itu penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif maupun
paradigma kualitatif. Oleh karenanya, keberadaan bentuk PTK tidak perlu lagi
diragukan, terutama sebagai upaya memperkaya khasanah kegiatan penelitian yang
dapat dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.
E.
Jenis Penelitian Tindakan Kelas
Ada empat jenis PTK, yaitu: (1)
PTK diasnogtik, (2) PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan (4) PTK eksperimental
(Chein, 1990). Untuk lebih jelas, berikut dikemukakan secara singkat mengenai
keempat jenis PTK tersebut.
1.
PTK Diagnostik; yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah
penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan.
Dalam hal ini peneliti mendiagnosia dan memasuki situasi yang terdapat di dalam
latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani
perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di
suatu sekolah atau kelas.
2.
PTK Partisipan; suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan
ialah apabila orang yang akan melaksanakan penelian harus terlibat langsung
dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa
laporan. Dengan demikian, sejak penencanan panelitian peneliti senantiasa
terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan mengumpulkan data, lalu
menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil panelitiannya. PTK
partisipasi dapat juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a
di atas. Hanya saja, di sini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung
dan terus-menerus sejak awal sampai berakhir penelitian.
3.
PTK Empiris; yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila
peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa
yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya
proses penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan
pengalaman penelti dalam pekerjaan sehari-hari.
4.
PTK Eksperimental; yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental
ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik
atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam
belajar-mengajar. Di dalam kaitanya dengan kegitan belajar-mengajar,
dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan
untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini
diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka
untuk mencapai tujuan pengajaran.
F.
Model-model Penelitian Tindakan Kelas
Ada beberapa model PTK yang sampai
saat ini sering digunakan di dalam dunia pendidikan, di antaranya: (1) Model
Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan Mc Taggart, (3) Model John Elliot, dan (4)
Model Dave Ebbutt.
1.
Model Kurt Lewin; di depan sudah disebutnya bahwa PTK pertama kali
diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946. konsep inti PTK yang
diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat
langkah, yaitu: (1) Perencanaan ( planning), (2) aksi atau tindakan (acting),
(3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Lewin, 1990).
Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin
tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi : (1) Perencanaan
(planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian (evaluating)
(Ernest, 1996).
2.
Model John Elliot; apabila dibandingkan dua model yang sudah
diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John
Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di
dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5
aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa
langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud
disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat
kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau
proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya
setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu
pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran. Di
dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan
dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa
rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara
skematis dengan kedua model sebelumnya, yaitu seperti dikemukakan berikut ini.
SIKLUS PELAKSANAAN PTK
Gambar 4: Riset Aksi Model John
Elliot
G.
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Banyak model PTK yang dapat
diadopsi dan diimplementasikan di dunia pendidikan. Namun secara singkat, pada
dasarnya PTK terdiri dari 4 (empat) tahapan dasar yang saling terkait dan
berkesinambungan: (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3)
pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Namun sebelumnya,
tahapan ini diawali oleh suatu Tahapan Pra PTK, yang meliputi:
§ Identifikasi masalah
§ Analisis masalah
§ Rumusan masalah
§ Rumusan hipotesis tindakan
Tahapan Pra PTK ini sangat
esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu rencana tindakan disusun. Tanpa
tahapan ini suatu proses PTK akan kehilangan arah dan arti sebagai suatu
penelitian ilmiah. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan guna menuntut
pelaksanaan tahapan PTK adalah sebagai berikut ini.
1.
Apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran?
2.
Mengapa hal itu terjadi dan apa sebabnya?
3.
Apa yang dapat dilakukan dan bagaimana caranya mengatasi
keprihatinan tersebut?
4.
Bukti-bukti apa saja yang dapat dikumpulkan untuk membantu mencari
fakta apa yang terjadi?
5.
Bagaimana cara mengumpulkan bukti-bukti tersebut?
Jadi, tahapan pra PTK ini
sesungguhnya suatu reflektif dari guru terhadap masalah yang ada dikelasnya. Masalah
ini tentunya bukan bersifat individual pada salah seorang murid saja, namun
lebih merupakan masalah umum yang bersifat klasikal, misalnya kurangnya
motivasi belajar di kelas, rendahnya kualitas daya serap klasikal, dan
lain-lain.
Berangkat dari hasil
pelaksanaan tahapan Pra PTK inilah suatu rencana tindakan dibuat.
1.
Perencanaan Tindakan; berdasarkan pada identifikasi masalah yang
dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan disusun untuk menguji secara
empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini mencakup semua
langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari
materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik mengajar,
serta teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang
pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala
kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan
melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung
dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.
2.
Pelaksanaan Tindakan; tahap ini merupakan implementasi (
pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap ini, yang berlangsung
di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar
yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru tentu saja
mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa peningkatan
efektifitas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk
dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa
yang terjadi dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman,
pengetahuan, dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.
3.
Pengamatan Tindakan; kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan
pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang
pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap
proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu instrumen
pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu
mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna
kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru
tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh
pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam
penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja
pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan
keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode
observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur
dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam
observasi, diantaranya a) ada perencanaan antara
dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c)
dosen/guru dan pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki
keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan
segera. Adapun keterampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya : (a)
menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan
keterampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktifitas kelas; (d) umpan
balik tidak lebih dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistemaris
4.
Refleksi Terhadap Tindakan; tahapan ini merupakan tahapan untuk
memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang didapat
kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis.
Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar
sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlebatan kolaborator
sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan refleksi dan
evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori
instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan
sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan yang mantap dan sahih.Proses refleksi ini memegang peran yang
sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi
yang tajam dan terpecaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan
akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam
akan memberikan umpan balik yang misleading dan bias, yang pada akhirnya
menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini
ditentukan oleh kejataman dan keragaman instrumen observasi yang dipakai
sebagai upaya triangulasi data. Observasi yang hanya mengunakan satu instrumen
saja. Akan menghasilkan data yang miskin.Adapun untuk memudahkan dalam refleksi
bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini
dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya. Pelaksanaan refleksi
diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi
langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.
Demikianlah, secara keseluruhan
keempat tahapan dalam PTK ini membentuk suatu siklus. Siklus ini kemudian
diikuti oleh siklus-siklus lain secara bersinambungan seperti sebuah spiral.
Kapan siklus-siklus tersebut
berakhir? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh si peneliti sendiri. Kalau
dia sudah merasa puas terhadap hasil yang dicapai dalam suatu kegiatan PTK yang
dia lakukan, maka dia akan mengakhiri siklus-siklus tersebut. Selanjutnya, dia
akan melakukan satu identifikasi masalah lain dan kemudian diikuti oleh
tahapan-tahapan PTK baru guna mencari solusi dari masalah tersebut.
Diposkan oleh ZAKIR.T.M.HUBULO,S.Sos,M.Pd di 22:45