Manfaat yang diharapkan dari hasil pembahasan
ini adalah dapat memberikan informasi tentang pembelajaran
dengan menerapkan
pendekatan matematik realistik dalam meningkatkan hasil
belajar matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembelajaran
Matematika di Sekolah Dasar
a. Hakekat
Pembelajaran
Pada dasarnya belajar merupakan suatu proses namun
para ahli mendefinisikan belajar menurut visi mereka masing-masing, tetapi
secara garis besar mereka tetap mengacu pada pengertian umum bahwa belajar merupakan
suatu perubahan tingkah laku. Hilgard dan Bowe, dalam buku Theories of
Learning mengemukakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku
seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya
yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak
dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau
keadaan sesaat seseorang. Gagne dalam buku The Conditions of Learning
menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan
isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah
dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami
situasi tadi.
Morgan dalam buku Introduction to Psychology
menyatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku sebagai hasil dan pengalaman (M. Ngalim Purwanto, 2000: 84)
Menurut William Burton mengajar adalah upaya dalam memberikan
perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar
terjadi proses belajar mengajar (A. Tabrani Rusyan,1989: 26).
Pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang
memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang optimal(Erman Suherman,
1996 : 7). Kegiatan pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar.
Dalam pembelajaran terdapat pengakuan siswa untuk belajar dan kemampuan ini
akan terwujud dengan bimbingan guru.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat
dibedakan menjadi tiga macam :
a.
Faktor internal (faktor dalam siswa), yakni kondisi-kondisi jasmani dan rohani
siswa, intelegensi dan bakat, minat dan motivasi, dan cara belajar (M. Dalyono,
1997: 55-58).
b.
Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar
siswa (M. Dalyono, 1997: 59-60).
Faktor-faktor
di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama
lain. Jadi karena faktor-faktor tersebut di atas, muncul siswa yang berprestasi
tinggi dan siswa berprestasi rendah atau gagal sama sekali. Seorang siswa yang
berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif dari
orang tuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih pendekatan hasil belajar
yang lebih mementingkan kualitas pembelajaran. Seorang guru yang kompeten dan
profesional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya
kelompok
siswa
yang menunjukkan kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi
faktor-faktor yang menghambat proses belajar mereka.
c. Pengertian
Matematika
Istilah matematika diambil dari bahasa Yunani
yaitu “mathema” yang berarti “relating to learning”, istilah ini
memmpunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge science).
Berdasarkan
etimologis menurut Tinggih (SPMK, Tim 2001) kata matematika berarti ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Matematika lebih menekankan
aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). begitu pula menurut Ruseffendi
(1980:148) matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran yang berhubungan dengan
ide, proses, dan penalaran.
Arti
dan definisi yang tepat dari matematika tidak dapat diterpkan secara eksak
(pasti) dan singkat. Definisi dari
matematika makin lama makin sukar dibuat, karena cabang matematika makin lama
makin bertambah, dan makin bercampur
satu sama lain. (Ruseffendi, 1991:42)
Berbagai pendapat
muncul tentang pengertian
matematika yang di
pandang dari pengetahuan dan
pengalaman masing-masing yang
berbeda. Ada yang mengatakan bahwa
matematika itu bahasa
simbol; matematika adalah
bahasa numeric; matematika adalah
bahasa yang dapat
menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan
emosional; matematika adalah
metode berpikir logis;
matematika adalah sarana berpikir;
matematika adalah sains
formal yang murni;
matematika adalah ilmu tentang
bilangan dan ruang;
matematika adalah ilmu
yang mempelajari pola, bentuk, dan struktur; matematika adalah ilmu yang
abstrak dan deduktif; matematika adalah aktivitas manusia. Jamas dan
James (1976) dalam
kamus matematikanya mengatakan
bahwa matematika adalah ilmu
tentang logika mengenai
bentuk, susunan, besaran,
dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya
dengan jumlah yang banyak yang
terbagi dalam tiga
bidang, yaitu aljabar,
analisis, dan geometri.
Sedangkan, Johnson
dan Rising (1972)
dalam bukunya mengatakan
bahwa matematika adalah pola
pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian
yang logis, matematika itu
adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan
simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai
bunyi.
d. Fungsi Mata
Pelajaran Matematika
Mata pelajaran matematika berfungsi sebagai
alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan yang dijadikan acuan dalam pembelajaran
matematika di sekolah adapun fungsi tersebut sebagai berikut:
1. Matematika sebagai alat unttuk memahami atau menyampaikan suatu
informasi.
2. Matematika merupakan pola pikir dalam memahami suatu pengertian
maupun penalaran. Hubungan diantara pengretian dan penalarannya dikembangkan
melalui pola pikir indiktif maupun dedukif.
3. Matematika sebagai ilmu atau pengetahuan, yang selalu mencari
kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang telah diterima bila ditemukan
kebenaran yang terbaru sepanjang kenbenaran tersebut mengikuti pola pokir yang
sah.
Sejalan dengan fungsi matematika di atas, maka
tujuan umum pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar adalah :
1.
Menumbuhkan dan mengambangkan keteramilan berhitung (menggunakan bilangan)
sebagai alat dalam kehidupan sehari hari.
2.
Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan
matematika.
3.
Mengembangkan pengetahuan dasar
matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di SLTP.
4.
Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin (Amin Suyitno dkk,
2001: 12).
Siswa sekolah dasar setelah selesai mempelajari
matematika bukan saja diharapkan memiliki sikap kritis, cermat dan jujur, serta
berfikir yang logis dan rasional dalam menyelesaikan suatu masalah, melainkan
juga harus mampu menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari serta memiliki
pengetahuan matematika yang cukup sebagai bekal untuk mempelajari matematika
lebih lanjut dan mempelajari ilmu-ilmu lain.
B. Pendekatan Matematika
Realistik
a. Pengertian Pendekatan
Matematika Realistik
Pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan matematika realistik merupakan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata dan pernah dialami
siswa. Pendekatan pembelajaran
matematika ini menekankan keterampilan proses
yaitu memberikan kesempatan
atau menciptakan peluang sehingga siswa
aktif belajar matematika.
Selain itu, siswa
tidak hanya mendapat pengetahuan dari
satu arah namun
siswa aktif dan
seakan menemukan sendiri konsep yang
dipelajari. Ada suatu
hasil yang menjanjikan
dari penelitian kuantitatif dan
kualitatif yang telah
ditunjukkan bahwa siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan
pendekatan matematika realistik
mempunyai skor yang lebih
tinggi dibandingkan dengan
siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan
tradisional dalam hal keterampilan berhitung, lebih khusus lagi dalam aplikasi.
Salah
satu filosofi yang
mendasari pendekatan matematika
realistik adalah bahwa matematika
bukanlah suatu kumpulan
aturan atau sifat-sifat
yang sudah lengkap yang
harus siswa pelajari.
Menurut Freudhental (1991)
bahwa matematika bukan merupakan suatu subjek yang siap saji untuk siswa,
melainkan suatu pelajaran yang dinamis yang dapat dipelajari dengan cara
mengerjakannya. Pendekatan
matematika realistik adalah
teori pembelajaran sekaligus
teori belajar yang dikembangkan di Negeri Belanda sejak awal 70-an
(Zukardi, 2001)
Menurut
Traffer dan goffre
(Zainuri, 2007:3) terdapat
dua tipe matematisasi dalam pendekatan realistik,
yaitu:
a. Matematika Horizontal
Proses matematika
pada tahap mengubah
persoalan sehari-hari menjadi persoalan matematika
sehingga teralisasi atau
situasi nyata diubah
ke dalam simbol-simbol dan
model-model matematika
b. Matematika Vertikal
Proses
matematika pada tahap
penggunaan simbol, lambang,
kaidah-kaidah matematika yang berlaku secara umum. Matematika Horizontal
dan Vertikal merupakan bagi siswa dari situasi abstrak ke situasi
kongkrit atau dari
informal ke formal.
Dimana situasi yang
dekat dengan alam siswa
dikaitkan dengan permasalahan
dalam pembelajaran matematika.
Kuiper dan knuver
(1993) mengemukakan bahwa
kelebihan menggunakan
pembelajaran pendekatan matematika realistik, antara lain:
a. Membuat matematika lebih
menarik, relevan, dan
bermakna, tidak terlalu
formal, dan tidak terlalu abstrak.
b. Mempertimbangkan kemampuan siswa.
c. Menekan belajar matematika pada learning by doing
d. Memfasilitasi penyelesaian masalah
matematika dengan tanpa
menggunakan penyelesaian yang baku.
e. Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika
Pada dasarnya pendekatan matematika realistic membimbing
siswa untuk menemukan kembali konsep matematika yang pernah ditemukan oleh para
ahli atau bila memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri hal-hal yang belum
pernah ditemukan.
Hal penting dalam menerapkan pendekatan matemtaika
realistic adalah terjadinya interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan
siswa. Melalui interaksi kelas berkaitan skema anak akan menjadi lebih kuat.
Dengan demikian, pembelajaran matematik relistik mempunyai kontribusi yang
sangat tinggi untuk meningkatkan kemampuan matematis siswa.
b. Prinsip-Prinsip Pendekatan Matematika Realistik
Perkembangan pembelajaran yang semakin kompleks menuntut setiap
guru untuk berperan aktif dalam mencari solusi pendekatan yang memungkinkan
untuk disampaikan pada siswa sekolah dasar. Pendekatan Matematik realistic yang
dikembangkan di Negara Belanda ini sangat menarik untuk disampaikan di
Indonesia.
Di dalam pendidikan matematik realistic, pembelajaran
harus dimulai dari sesuatu yang nyata. Sehingga siswa dapat terlibat proses
pembelajaran matematika. Peran guru adalah sebagai pembimbing dan fasilitator
dalam konsep matematika. Peran guru juag harus berubah, dari seorang validator
(menyatakan pekerjaan siswa itu salah atau benar), menjadi seseoarng yang
berperan sebagai pembimbing yang menghargai setiap kontribusi (pekerjaan atau
jawaban siswa).
Traffers (Zainurrie, 2007:4) mengemukakan tentang prinsip
utama dalam pendekatan matemattik realistic yaitu:
a. Constucting and Concretising
Pembelajaran matematika yang menekankan pada upaya
pembentukan suatu aktivitas pembelajaran yang nyata. Didominasi oleh
masalah-masalah dalam konteks, yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep
matematika.
b. Level and Models
Pembelajaran konsep atau kemampuan yang menekankan suatu
proses dalam menemukan suatu jawaban. Perhatian diberikan pada pengembangan
model-model, situasi, skema, dan symbol-simbol.
c. Reflection and Special Assigments
Pengambilan suatu fakta dalam proses
pembelajaran meperlihatkan suatu refleksi aktivitas dari mulai mengingat
sendiri sampai pada proses penyampaian pada orang lain. Sumbangan para siswa,
sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif,
artinya siswa memproduksi sendiri dan mengkontruksi sendiri, sehgingga dapatt
membimbing siswa sari level matematika informal.
d.
Social Context and Interaction
Pembelajaran bukan berabri aktivitas
sendiri akan tetapi sesuatu yang terjai dalam suatu kelompok dan ini berarti
secara langsung dan meransgsang hubungan pada konteks sosial budaya.
Interaktivitas sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika.
e.
Tructuring and Interweaping
Pembelajaran matematika yang bukan
hanya kumpulan pembelajaran yang mengasikkan yang tidak berhubungan dengan
pengetahuan dan kemampuan akan tetapi suatu pengetahuan dan kemampuan yang
tersususn rapi dari suatu struktur yang ada.
Kelima prisnsip tersebut dalam
filosofi realistic merupakan prinsip yang menjiwai setiap aktivitas
pembelajaran matematika. Dalamm pengembangan realistic yang ada umumnya
menggunakan pendekatan development
research, dengan dua karakter yaitu percobaan berfikir dan implementasi
pembelajaran.
Materi dalam pembelajaran matematik
realistic merupakan materi terbuka yang disitiassikan dalam kenyataan.
C. Hasil Belajar
Menurut Anitah
(2008: 19) Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah
dilakukan dalam belajar. Kulminasi akan selalu diiringi dengan kegiatan tindak
lanjut.
Hasil belajar
harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang
baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari.
Bentuk perubahan tingkah laku harus menyeluruh secara komprehensif sehingga
menunjukkan perubahan tingkah laku seperti contoh diatas. Aspek perilaku
keseluruhan dari tujuan pembelajaran menurut Benyamin Bloom yang tepat
menunjukkan gambaran hasil belajar, mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Romizoswki
(Anitah, 2008: 19) menyebutkan dalam skema kemampuan yang tepat menunjukkan
hasil belajar yaitu:
a. Keterampilan
kognitif berkaitan dengan kemampuan membuat keputusan memecahan masalah dan
berpikir logis,
b. Keterampilan
psikimotor berkaitan dengan kemampuan tindakkan fisik dan kegiatan perseptual,
c. Keterampilan
reaktif berkaitan dengan sikap, kebijaksanaan, perasaan, dan self control, dan
d. Keterampilan
interaktif berkaitan dengan kemampuan sosial dan kepemimpinan.
Gagne (Anitah,
2008:19) menyebutkan ada tipe hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa 1) motor skills, 2) verbal information, 3) intelectual
skills, 4) attitudes, dan 5) cognitive strategies.
Untuk melihat
hasil belajar yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis dan ilmiah pada
siswa Sekolah Dasar, dapat dikaji proses maupun hasil berdasarkan: 1) kemampuan
membaca,mengamati dan atau menyimak apa yang dijelaskan atau diinformasikan, 2)
kemampuan mengidentifikasi atau membuat sejumlah (sub-sub) pertanyaan berdasarkan
substansi yang dibaca, diamati, dan atau didengar, 3) kemampuan mengorganisasi
hasil-hasil identifikasi dan mengkaji dari sudut persamaan dan perbedaan, dan
4) kemampuan melakukan kajian secara menyeluruh. Kemampuan tersebut sudah dapat
diterapkan di Sekolah Dasar khususnya pada kelas tinggi.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa penerapan matematika realistic
dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Keterkaitan penerapan pendekatan ini yang berkesinambungan, sangat
mendukung siswa untuk melatih kemampuan berpikir secara
nyata dengan memperhatikan media yang digunakan dan tersedia di sekolah. Dalam upaya
meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada pembelajaran matematika, terlebih dulu siswa harus benar-benar memahami tentang
apa yang diketahui, apa yang ditanya, bagaimana penyelesaian dan bagaimana membuat kesimpulan akhir dalam menyelesaikan soal.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan beberapa
saran agar menjadi masukan yang berguna, diantaranya: diharapkan para pendidik
dalam kegiatan belajar mengajar dapat memilih pendekatan pembelajaran yang
tepat agar memicu semangat dan aktifitas belajar siswa, seperti pembelajaran yang
menerapkan pendekatan yang dapat menciptakan suasana belajar yang aktif. Diharapkan
guru untuk dapat menerapkan pembelajaran yang bersifat realistic pada
materi-materi yang dianggap sesuai untuk menggunakan pendekatan pembelajaran
tersebut karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa.