BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belajar adalah
suatu
proses yang kompleks yang terjadi pada semua
orang dan berlangsung seumur hidup.
Salah satu pertanda
bahwa seorang telah
belajar suatu adalah perubahan
tingkah laku dalam
dirinya. Perubahan tingkah
laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat
pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut
nilai dan sikap (afektif). Perubahan tersebut
hendaknya terjadi sebagai
akibat interaksi dengan
lingkungannya melalui proses
belajar mengajar. Dimana
guru bukan merupakan
satu-satunya sumber belajar,
walaupun tugas, peranan
dan fungsinya dalam
proses belajar mengajar
sangatlah penting.
Belajar adalah
kewajiban dari setiap
orang tidak terkecuali
diikuti oleh siswa Sekolah
Dasar dari kelas
I sampai kelas
VI. Dalam pembelajaran
di sekolah dasar
ada beberapa pelajaran yang
dianggap sulit, salah satunya adalah
pelajaran matematika. Padahal, mata pelajaran matematika merupakan mata
pelajaran yang sangat penting bagi semua orang, karena matematika merupakan
ilmu yang sangat dibutuhkan oleh manusia, dan tidak dapat dipisahkan dengan
kegiatan kehidupan manusia sehari-hari. Dalam setiap gerak dan langkah manusia
tidak lepas dari konsep matematika,
karena kehidupan manusia yang selalu berkaitan langsung dengan gerak, ruang dan
waktu yang kesemuanya menggunakan perhitungan secara matematis. Oleh karena itu matematika wajib
diajarkan di setiap jenjang pendidikan
mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi.
Dalam
proses pembelajaran IPA,
siswa memperoleh latihan baik secara eksplisit maupun implisit tentang cara
berfikir kreatif, terutama dalam memecahkan masalah-masalah. Sehingga mempunyai
pandangan yang luas serta memiliki sikap menghargai kegunaan IPA, sikap kritis,
objektif, terbuka, kreatif, dan inovatif.
Disamping itu
juga pelaksanaan proses pembelajaran dalam suasana komunikasi dua arah,
diharapkan siswa juga dapat melakukannya dalam suasana komunikasi multi arah.
Dalam proses pembelajaran seperti ini hubungan tidak hanya terjadi antara
seorang guru dengan siswa dan sebaliknya, tetapi juga antara siswa-siswa
lainnya (Muhibbin Syah, 2005: 238). Secara umum keberhasilan proses
pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa komponen. Komponen tersebut antara
lain: siswa, lingkungan, kurikulum, guru, metode dan media mengajar dengan
tujuan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam
dunia pendidikan saat ini, peningkatan kualitas pembelajaran baik dalam
penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu diupayakan. Salah satu
upaya yang dilakukan guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran yaitu dalam
penyusunan berbagai macam skenario kegiatan pembelajaran di kelas. Pembelajaran
merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru dan kegiatan
belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut,
terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara guru dan siswa,
maupun interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Diharapkan dengan adanya
interaksi tersebut, siswa dapat membangun pengetahuan secara aktif,
pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, serta dapat memotivasi peserta didik sehingga mencapai kompetensi
yang diharapkan.
Pembelajaran
menggunakan diskusi kelompok sudah sering dilakukan oleh guru, tetapi
pembelajaran yang bagaimanakah yang memenuhi pembelajaran kooperatif yang perlu
diketahui oleh guru? Selain itu, materi-materi apakah yang “sesuai” apabila
menggunakan pembelajaran kooperatif? “Sesuai”disini dalam arti dapat diterapkan
di kelas dan mendapatkan hasil yang optimal. Menurut Anita dalam Cooperative
Learning (2002), situasi dalam kelas perlu direncanakan dan dibangun
sedemikian rupa sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu
sama lain. Dalam interaksi ini, akan terbentuk suatu komunitas yang
memungkinkan mereka untuk memahami proses belajar dan memahami satu sama lain.
Diharapkan, guru dapat menciptakan
situasi belajar sedemikian rupa sehingga siswa dapat bekerjasama dalam kelompok
serta mengembangkan wawasannya tentang pembelajaran kooperatif. Melalui
pembelajaran kooperatif, diharapkan guru dapat mengelola kelas dengan lebih
efektif.
Berdasarkan hasil ulangan harian mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dengan kompetensi dasar “Menyimpulkan hasil penyelidikan
tentang perubahan sifat benda, baik sementara maupun tetap”. menunjukkan
rendahnya tingkat penguasaan materi . Dari 32 siswa di kelas V hanya 10 siswa
yang mencapai tingkat penguasaan konsep pembelajaran IPA sebesar 31,25% , sedangkan
yang belum menguasai sebesar 68,75% sebanyak 22 siswa. Kejadian seperti ini
dikarenakan siswa tidak menguasai konsep atau materi pembelajaran IPA dengan
optimal, guru menjelaskan materi terlalu cepat, kurangnya interaksi antara
siswa dengan siswa, sehingga siswa hanya belajar untuk dirinya sendiri, yang
pintar tidak mau mengajarkan kepada yang belum pintar, sehingga yang mengerti
hanya beberapa orang saja. Salah satu penanggulangan ketidakberhasilan pencapaian hasil belajar
tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan uraian di atas, kajian ini terfokus pada
perbaikan pembelajaran mengenai penguasaan siswa terhadap pembelajaran IPA
yakni dengan materi Benda dan Sifatnya, maka dengan ini penelitian ini berjudul
“Penerapan Pembelajaran Kooperatif dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas V
Materi Perubahan Sifat Benda di SDN Ujung Tunong Kec. Julok Kabupaten Aceh
Timur.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar
belakang masalah di atas, dapat dikemukakan rumusan masalah yang akan
dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut: “Apakah
Dengan Menggunakan
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada materi benda
dan sifatnya pada Siswa Kelas V SDN Ujung Tunon Kecamatan Julok Kabupaten Aceh
Timur?
C. Tujuan Penetlitian
Berdasarkan permasalahan
di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Menerapkan pembelajaran melalui pendekatan kooperativel terhadap mata pelajaran IPA pada materi perubahan sifat benda di kelas V SD Negeri 1 Ujung Tunong Kecamatan Julok Kabupaten Aceh Timur.
2. Tujuan
Khusus
a. Melalui
penelitian tindakan kelas ini diharapkan terjadinya peningkatan hasil belajar IPA materi Benda dan Sifatnya melalui
penggunaan model pembelajaran kooperatif pada siswa kelas V SD Negeri Ujung Tunong Kecamatan Julok Kabupaten Aceh Timur.
b. Untuk
memberikan kontribusi pada strategi pembelajaran matematika berupa perubahan
paradigma pembelajaran yang tidak hanya mementingkan hasil pembelajarannya saja
tetapi juga mementingkan prosesnya.
D. Manfaat
Penelitian
Manfaat penelitian ini di bagi menjadi dua yakni, Manfaat teoritis
dan praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat
memperoleh gambaran mengenai penggunaan pembelajaran
kooperatif selama proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam.
2.
Manfaat
Praktis
a. Bagi siswa
Dapat mempermudah dalam memahami konsep-konsep IPA pada materi Benda dan Sifatnya yang terlihat pada peningkatan hasil belajar
siswa.
b. Bagi guru
Sebagai acuan dalam mendapatkan cara yang
efektif dalam penyajian pelajaran.
c. Bagi sekolah
Sebagai
masukan dalam upaya perbaikan pembelajaran sehingga dapat menunjang tercapainya
target kurikulum dan daya serap siswa seperti yang diharapkan.
d. Bagi Penulis
Sebagai
kegiatan pengembangan profesi untuk pengakuan angka kredit guna kenaikan
pangkat setingkat yang lebih tinggi.
e.
Bagi
Sekolah
Dapat dijadikan kebijakan baru yang
berhubungan dengan proses pembelajaran guna peningkatan mutu pendidikan.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESA
A. LANDASAN TEORI
1. Pembelajaran IPA di SD
Pengertian: Sains merupakan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsipprinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah.
Pendidikan Sains di sekolah dasar bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari
tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam tentang alam
sekitar. (Depdiknas, 2003 : 2).
Siswa sekolah dasar seperti yang diungkapkan tokoh p sikologis
ternama Jean Piaget, tengan berada pada fase operassional konkrit. semua pola
piker anak usia SD berdasarkan dari pengalaman dan contoh benda nyata. Anak
usia 7-12 tahun sulit untuk berfikir dengan sesuatu yang bersifat abstrak. Anak Usia SD senang jika pembelajaran di
kelas dirancang supaya anak dapat melihatt, melakukan sesuatu, dan langsung
terlibat dalam pembelajaran sehingga mempermudah siswa dalam mengkontruksikan
konsep atau materi yang diajarkan.
Pada Hakikatnya siswa sekolahh dasar memiliki sifat yang unik pada
setiap individunya. sefat-sifat tersebut memang muncul ecara alamiah sesuai
dengan tahap perkembangannya. sifat-sifat dibawah inilah yang terjadi ketika
guru mengajar
1. sangat ingin tahu segala
sesuatu yang ada dalam dunia realitas sekitarnya,
2. tidak lagi swemata-mata
tergantung pada orang yang lebih tua.
3. suka melakukan
kegiatan-kegiatan yang berguna terhadap lingkungannya.
4. telah dapat melakuka
kompetisi dengan sehat.
5. sudah mulai muncul kesadaran
terhadap diri sendiri dan orang lain.
Pembelajaran IPA di sekolah dasar harusnya sangat
memperhatikan sifat unik dari tahap perkembangan siswa tersebut. Pembelajaran
IPA yang cenderung menitikberatkan pada konsep, proses dan hasil harus melibatkan
peras aktif siswa dalam pembelajarannya, agar konsep-konsep yang ada dalam
matapelajaran IPA yang bersifat abstrak dapat dicerna dengan mudah oleh
pemikiran siswa yang berpola konkrit.
2. Fungsi Pembelajran IPA
Menurut Kurikulum
Pendidikan Dasar (Depdikbud
1993/1994:97-98) Mata
Pelajaran IPA berfungsi
untuk: (1) Memberikan
pengetahuan tentang berbagai jenis dan
perangai lingkungan alam
dan lingkungan buatan
yang berkaiatan dengan
pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. (2)
Mengembangkan keterampilan proses. (3) Mengembangkan wawasan, sikap dan
nilai yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas
kehidupan sehari-hari. (4) Mengembangkan kesadaran
tentang adanya hubungan
keterkaitan yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan
teknologi dengan keadaan lingkungan di sekitarnya dan
pemanfaatannya bagi kehidupan
sehari-hari. (5) Mengembangkan kemajuan untuk menerapkan
ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang berguna
dalam kehidupan sehari-hari
maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
3. Tujuan Pembelajaran IPA
Tujuan pemberian
mata pelajaran IPA
atau sains munurut
Sumaji (1998:35) adalah agar
siswa mampu memahami
dan menguasai konsep
- konsep IPA
serta keterkaitan dengan kehidupan
nyata. Siswa juga
mampu menggunakan metode ilmiah
untuk memcahkan masalah
yang dihadapinya, sehingga
lebih menyadari dan mencintai
kebesaran serta kekuasaan
Penciptanya. Pengajaran IPA
menurut Depdikbud (1993/1994:98-99) bertujuan agar siswa:
a. Memahami konsep-konsep
IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari sehari.
b. Memiliki
keterampilan proses untuk
mengembangkan pengetahuan, dan
ide tentang alam di sekitarnya.
c.Mempunyai minat untuk
mengenal dan mempelajari
benda-benda serta peristiwa di lingkungan sekitar.
d.Bersikap ingin tahu,
tekun, terbuka, kritis,
mawas diri, bertanggungjawab, bekerjasama
dan mandiri.
e. Mampu menerapkan berbagai macam konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari.
f. Mampu menggunakan
teknologi sederhana yang
berguna untuk memecahkan suatu
masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
g. Mengenal dan memupuk rasa
cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran
dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut
Kurikulum Pendidikan Dasar
dalam Garis-garis Besar
Program Pengajaran (GBPP) Sekolah
Dasar dinyatakan bahwa
tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains adalah
sebagai berikut:
a. Menanamkan rasa ingin
tahu dan suatu sikap
positif terhadapteknologi dan masyarakat.
b. Mengembangkan
keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan.
c. Menanamkan pengetahuan
dan pemahaman konsep-konsep
sains yang akan bermanfaat
dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Mengembangkan kesadaran
tentang peran dan
pentingnya sains kehidupan sehari-hari.
e. Mengalihgunakan pengetahuan,
keterampilan, dan pemahaman
kebidang pengajaran lainnya.
f. Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan
alam.
g. Menghargai ciptaan Tuhan
akan lingkungan alam. Maksud dan tujuan tersebut adalah agar anak memiliki
pengetahuan tentang gejala alam dan berbagai jenis dan peran
lingkungan alam dari
lingkungan buatan dengan
melalui pengamatan agar anak
tidak buta dengan
pengetahuan dasar mengenai
IPA atau Sains.
4. Ruang Lingkup Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) atau Sains
Ruang lingkup mata pelajaran Sains meliputi dua aspek:
a. Kerja Ilmiah
yang mencakup: penyelidikan/penelitian, berkomunikasi
ilmiah, pengembangan kreativitas dan
pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah.
b. Pemahaman Konsep dan
Pemanfaatannya mencakup:
1) Makhluk hidup dan proses
kehidupannya yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya.
2) Benda/materi, sifat-sifat
dan kegunaannya meliputi: cair, padat, gas.
3) Energi dan perubahannya
meliputi: gaya, bunyi,
panas, magnet, listrik, cahaya, dan
pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam sekitarnya meliputi: tanah, bumi, tatasurya dan
benda-benda langit lainnya.
5) Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat merupakan
penerapan konsep sains dan
saling keterkaitannya dengan
lingkungan, teknologi, dan masyarakat melalui pembuatan
suatu karya teknologi
sederhana termasuk merancang dan membuat. IPA
atau sains di
SD diberikan sebagai
mata pelajaran sejak
kelas III sedang kelas
I dan II
tidak diajarkan sebagai
mata pelajaran yang
berdiri sendiri, tetapi diajarkan
secara sistematis.
Karena di
dalam penelitian ini yang dikaji
bahan mata pelajaran
kelas V maka
di bawah ini
konsep-konsep pengembangan pengetahuan IPA atau sains di kelas V semester
I yaitu Benda dan Sifatnya.
5. Pembelajaran Model Cooperative Learning atau Kooperatif
“Pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistim pengelompokan
/ tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen).
Sistim penilaian dilakukan terhadap kelompok dan memperoleh penghargaan
(reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan
demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.
Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab
individu terhadap kelompok dan ketrampilan interpersonal dari setiap anggota
kelompok” (Wina Sanjaya, 2006 : 240).
Sedangkan Johnson (Lie, 2003:17) “cooperative
learning adalah kegiatan pembelajaran secara kelompok yang terstruktur.
Siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai kepada pengalaman kegiatan belajar
yang optimal, baik secara individu maupun kelompok”. Pembelajaran kooperatif
menurut Nurhadi (2004:112) adalah “pendekatan pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi
belajar untuk mencapai tujuan belajar”
Nur (2005: 1) “Model pembelajaran kooperatif dapat
memotivasi seluruh siswa,memanfaatkan seluruh energi sosial siswa, saling mengambiltanggung
jawab.” Berdasarkan pendapat tersebut diatas, pembelajarankooperatif dapat
menimbulkan rasa gotong royong yang tinggi, tidak membeda-bedakan antar ras dan
intelegensi, melatih siswa berpikir aktif dan kreatif.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kelompok yang terstruktur
untuk mencapai suatu tujuan yaitu hasil belajar akademik, menerima terhadap
keragaman dan pengembangan terhadap ketrampilan sosial.
Banyak guru
telah melaksanakan metode belajar kelompok, dengan membagi para siswa dan
memberikan tugas kelompok. Namun hasil kegiatannya tidak seperti yang
diharapkan. Siswa tidak memanfaatkan kegiatan tersebut dengan baik dan kreatif
untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mereka. Para siswa tidak dapat
bekerja sama secara efektif dalam kelompok, malah memboroskan waktu dengan
bermain, bergurau, duduk diam, bahkan ada kalanya siswa memanfaatkan kesempatan
ini untuk mengerjakan tugas mata pelajaran yang lainnya. Pada waktu yang sama
ada beberapa siswa mendominasi kelompoknya. Seperti dikatakan Roger dan David
Johnson “tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperatif learning.” Untuk
mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus
diterapkan yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawa perseorangan,
tatap muka, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok Pendapat
tersebut di atas adalah yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan
pembelajaran kelompok tradisional. Adapun unsur-unsur atau elemen tersebut
seperti yang dinyatakan Abdurrahman & Bintoro (Nurhadi ,2004:112) adalah
sebagai berikut:
a.
Saling ketergantungan positif, dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan
suasana yang mendorong siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling
membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling
ketergantungan dapat dicapai melalui : saling ketergantungan mencapai tujuan,
saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber,
saling ketergantungan peran, dan saling ketergantungan hadiah.
b.
Interaksi tatap muka, interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka
dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan
dengan guru. Interaksi semacam itu sangat penting karena siswa merasa lebih
mudah belajar dari sesamanya.
c.
Akuntabilitas individual, pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam
belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaaan siswa
terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual
selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok
mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar
semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan
demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata
penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang dimaksud dengan
akuntabilitas individual.
d.
Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi, keterampilan sosial seperti
tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik
teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain,
mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar
pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi
secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar
pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga dari sesama siswa.
Dari pendapat diatas pembelajaran kooperatif
mempunyai beberapa keuntungan antara lain: dapat meningkatkan kepekaan dan
kesetiakawanan sosial, memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial,
menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois, meningkatkan rasa
saling percaya. meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa
lebih baik, membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
Selain beberapa keuntungan diatas pembelajaran kooperatif memposisikan siswa
sebagai manusia yang memiliki pengetahuan lewat pengalaman hidupnya, sehingga
dalam menerima informasi tidak hanya dari guru melainkan lingkungan yang
memiliki suatu peran besar dalam membentuk kepribadian siswa. Siswa akan
menggali kepedulian khususnya terhadap lingkungan, jika pendekatan yang
dipergunakan dalam pembelajaran kooperatif ini berorientasi lingkungan.
Lingkungan sekeliling sebagai pusat kegiatan. Guru sebagai fasilitator yang
membimbing kegiatan pembelajaran siap melayani pertanyaan atau perdebatan.
Dalam pembelajaran ini diharapkan guru dapat
menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa membentuk makna dari
kegiatan yang telah mereka lakukan dan amati melalui pembelajaran. Pembelajaran
ini lebih menekankan pada proses daripada hasil dengan asumsi mengembangkan
kompetensi dan potensi siswa melalui pendidikan.
Tabel 1. Sintak
Pembelajaran Kooperatif
Fase
|
Tingkal Laku Guru
|
|
1. Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru
menyampaikan semua tujuan pelajaran memotivasi siswa belajar.
|
|
2. Menyajikan
informasi
|
Guru
menyajikan informasi dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan
|
|
3.
Mengorganisasikan siswa kedalam
kelompok-kelompok belajar
|
Guru
menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara efisien
|
|
4. Membimbing
kelompok kerja
|
Guru
membimbing kelompok-kelompok kerja pada saat mereka mengerjakan tugas
|
|
5. Evaluasi
|
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentassikan hasil kerjanya.
|
|
6. Memberikan
penghargaan
|
Guru mencari
cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.
|
|
Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif langkah
(fase) dapat bervariasi disesuaikan dengan pendekatan (model) yang digunakan.
Adapun salah satu contoh langkah langkah (sintak) model pembelajaran
kooperatif. diantaranya: model pembelajaran kooperatif seperti TGT (Team Game Tournament), Jigsaw I,
Jigsaw II, STAD,TPS (think Paer Sare),
Team Pair Solo, TAI, GI (Group Investigation).
6. Hasil Belajar
Menurut Oemar Hamalik (http://definisi-pengertian.blgospot.com)
“hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan
tingkah laku pada orang tersebut”. Perubahan tersebut misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (http://definisi pengertian.blgospot.com) “hasil belajar dalam
rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif,
dan psikomotor”. Perinciannya adalah sebagai berikut:
a.
Ranah
Kognitif
Ranah kognitif merupakan perilaku
siswa dalam upaya mengenal dan memahami materi pelajaran. Adapun ranah kognitif
ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu:
1)
Pengetahuan,
merupakan kemampuan pengetahuan jenjang yang paling rendah dalam kognitif.
Kemampuan pengetahuan merupakan kemampuan siswa untuk mengingat atau menghapal sesuatu yang
pernah dipelajari sebelumnya. Yang ditentukan disini adalah pengenalan kembali
terhadap
sesuatu berupa fakta, istilah
prinsip, teori, proses, dan pola struktur.
2)
Pemahaman,
jenjang kemampuan ini menunjukkan kepada kemampuan
berfikir siswa untuk memahami
bahan-bahan atau materi yang akan dipelajari. Dengan kemampuan ini siswa mampu
menterjemahkan dan mengorganisasikan bahan-bahan yang diterima kedalam bahasa
sendiri.
3)
Penerapan,
merupakan kemampuan untuk menggunakan teori-teori, prinsip-prinsip, dan
rumus-rumus dalam situasi tertentu atau dalam situasi yang kongkrit.
4)
Analisis,
adalah kemampuan untuk menguraikan suatu keseluruhan atau suatu
sistem
hubungan
ke
dalam
unsur-unsur
yang
membentuknya, mengidentifikasi
hubungan antara unsur-unsur dan cara unsur-unsur itu
diorganisasikan.
5)
Sintesis,
merupakan kemampuan siswa untuk memadukan atau menyatukan
bagian atau unsur-unsur secara
logis menjadi suatu peta struktur yang menunjukkan suatu keseluruhan.
6)
Penilaian,
merupakan jenjang kemampuan kognitif yang paling kompleks,
menunjukkan pada kemampuan siswa
untuk mempertimbangkan suatu ide, situasi, nilai-nilai, metode berdasarkan suatu
aturan atau kriteria tertentu.
b.
Ranah Afektif
Berkenaan dengan
sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuan yaitu menerima,
menjawab atau merespon, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu
nilai atau kompleks nilai yaitu sebagai berikut.
1) Menerima, merupakan tahap yang paling mendasar dari
perilaku afektif, siswa menyadari akan suatu fenomena yang menjadi stimulus baginya,
ia
menerima dan memperhatikan
stimulus tersebut.
2)
Menjawab
atau merespon, pada tahap ini secara internal siswa melibatkan diri
dan berpartisipasi aktif
terhadap sesuatu yang menjadi stimulus baginya. Siswa berkeinginan dan memiliki perasaan untuk
merespon.
3) Menilai, pada tahap ini siswa sudah memberikan nilai
tertentu pada sesuatu yang diterimanya. Siswa tidak hanya menerima atau menyetujui
tetapi sudah memberikan
penghargaan dan makna tertentu serta menjalin keterikatan.
4)
Organisasi,
pada tahap ini siswa mengekspresikan suatu nilai yang sudah
dimiliki. Karena setelah siswa
memberikan penghargaan makna tertentu terhadap sesuatu yang ia terima, kemudian ia
mengorganisasikan ke dalam sistem dan struktur nilai yang ia terima.
5)
Karakterisasi,
pada tahap ini siswa mengintegrasikan dan menetapkan suatu
nilai menjadi bagian terpadu
dalam dirinya.
c. Ranah
Psikomotor
Ranah psikomotor
menunjukkan pada segi keterampilan atau kemahiran untuk memperagakan suatu
kegiatan atau memperlihatkan suatu tindakan. Perilaku ini lebih merupakan keterampilan secara
fisik. Aspek-aspek perilaku ini meliputi keterampilan motorik, menirukan, memanipulasi, artikulasi
dan naturalisasi.
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan
psikomotor karena lebih
menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif
juga harus menjadi bagian dari
hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh
guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan
pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan
diiringi oleh perubahan
tingkah laku yang lebih baik lagi.
B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan uraian
landasan teori di atas fungsi pendekatan contextual teaching and learning dalam pembelajaran
matematika adalah untuk meningkatkan
hasil belajar dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari mengenai bangun
datar sehingga siswa lebih memahami konsep materi bangun datar secara nyata.
Secara skematis uraian digambarkan kerangka
pemikirannya sebagai berikut:
Siklus I:
Pembelajaran kooperatif
dengan LKS
|
|
Gambar 2.4. Skema
Kerangka Berfikir
C.
Hipotesa Tindakan
Berdasarkan
landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis tindakan yang
peneliti ajukan sebagai berikut: "Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas V SD Negeri Ujung
Tunong menerapkan model pembelajaran kooperatif terhadap mata pelajaran IPA pada
materi Benda dan Sifatnya, maka dimungkinkan hasil belajar siswa menjadi lebih
optimal dibandingkan dengan proses belajar mengajar yang dilakukan secara
konvensional atau ceramah saja”
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Setting Penelitian
1.
Waktu Penelitian
Waktu penelitian
dini berlangsung kurang lebih 4 bulan dimulai pada bulan Agustus sampai dengan
November 2010 pada semester I tahun pelajaran 2010/2011. Adapun jadwal penelitian tercantum pada lampiran.
2.
Tempat
Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas
V pada SD Negeri Ujung Tunong. SD NegeriLhoknibong terletak di Jalan Pendidikan
No. 2B Kecamatan Julok Kabupaten Aceh Timur. .
B.
Subjek
Penelitian
Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa-siswi kelas V Sekolah Dasar Negeri Ujung Tunong dengan jumlah siswa sebanyak 32 siswa yang terdiri dari 14 laki laki dan 18 perempuan.
C.
Sumber
Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah hasil tes formatif siklus I dan siklus II serta catatan pengamatan
lapangan pada kondisi awal, siklus I dan siklus II serta hasil observasi dan
hasil dokumentasi
D. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data
1.
Tekhnik
Pengumpulan Data
Dalam penelitian
ini pengumpulan data menggunakan teknik
tes dan non tes. Tes tertulis digunakan pada akhir siklus I dan siklus II, yang
terdiri atas materi Benda dan Sifatnya.
Sedangkan Teknik non tes meliputi teknik observasi dan dokumentasi. Observasi
digunakan pada saat pelaksanaan
penelitian tindakan kelas kemampuan memahami materi sifat-sifat cahaya pada
siklus I dan siklus II. Sedangkan teknik dokumentasi digunakan untuk
mengumpulkan data khususnya nilai mata pelajaran IPA.
2. Alat
Pengumpulan Data
Alat pengumpulan
data meliputi:
a.
Tes
tertulis, terdiri atas 10 butir soal.
b.
Non
tes, meliputi lembar observasi dan dokumen
E.
Validasi
Data
Validasi data meliputi validasi hasil belajar dan
validasi proses pembelajaran.
1. Validasi
hasil belajar
Validasi hasil
belajar dikenakan pada instrumen penelitian yang berupa tes. Validasi ini meliputi validasi teoretis
dan validasi empiris. Validasi teoretis artinya mengadakan analisis instrumen
yang terdiri atas face validity
(tampilan tes), content validity
(validitas isi) dan construct validity
(validitas kostruksi).
Validitas empiris
artinya analisis terhadap butir-butir tes, yang dimulai dari pembuatan
kisi-kisi soal, penulisan butir-butis soal, kunci jawaban dan kriteria
pemberian skor.
2. Validasi
proses pembelajaran
Validasi proses
pembelajaran dilakukan dengan teknik triangulasi yang meliputi triangulasi
sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan observasi
terhadap subyek penelitian yaitu siswa kelas V dan kolaborasi dengan
observer/pengamat berasal dari teman sejawat.
Triangulasi metode
dilakukan dengan penggunaan metode dokumentasi selain metode observasi. Metode
dokumentasi digunakan untuk memperoleh data pendukung yang diperlukan dalam
proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial
F.
Analisis
Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
dekskriptif, yang meliputi:
- Analisis deskriptif komparatif hasil belajar dengan
cara membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dan membandingkan
hasil belajar dengan indikator pada siklus I dan siklus II.
- Analisis deskriptif kualitatif hasil observasi
dengan cara membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan
siklus II.
G.
Indikator
Kinerja
Yang menjadi indikator keberhasilan kinerja pada tindakan kelas ini adalah jika terjadi perubahan
peningkatan pemahaman siswa pada mata pelajaran IPA melalui pembelajaran kooperatif. Secara kuantitatif dapat diindikasikan jika
70 % dari seluruh siswa terlihat pemahaman terhadap mata pelajaran IPA berubah lebih baik. Hal ini diwujudkan dengan adanya
kemampuan siswa 90% dalam menjawab soal dengan benar.
Disamping itu juga 70% siswa terlibat aktif dalam pembelajaran kooperatif, kemampuan guru untuk mengimplementasikan pendekatan
pembelajaran kooperatif dapat terlaksana dengan baik.
H.
Prosedur
Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang ditandai dengan adanya siklus,
adapun dalam penelitian ini terdiri atas II siklus. Setiap siklus terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Prosedur
penelitian diatas digambarkan dengan skema sebagai berikut;
Siklus I
Siklus II
Gambar 3.1 Alur PTK
Penjelasan Alur di atas merupakan prosedur penelitian yang
dapat penulis diuraikan sebagai berikut;
1. Siklus
I
a.
Perencanaan
(planning), terdiri atas kegiatan:
1)
penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP);
2)
penyiapan
skenario pembelajaran.
b.
Pelaksanaan
(acting), terdiri atas kegiatan;
1)
pelaksanaan
program pembelajaran sesuai dengan jadwal,
2)
proses
pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran model kooperatif
dengan kemampuan heterogen dengan materi Perubahan Sifat
Benda
3)
secara
klasikal menjelaskan strategi dalam pembelajaran kooperatif dan dilengkapi lembar kerja siswa,
4)
memodelkan
strategi dan langkah-langkah pembelajaran Kooperatif mengadakan observasi tentang proses pembelajaran,
5) mengadakan
tes tertulis,
6) penilaian
hasil tes tertulis.
- Pengamatan
(observing), yaitu mengamati
proses pembelajaran dan menilai hasil tes sehingga diketahui hasilnya.
Atas dasar hasil tersebut digunakan untuk merencanakan tindak lanjut pada
siklus berikutnya.
- Refleksi
(reflecting), yaitu menyimpulkan
pelaksanaan hasil tindakan pada siklus I.
2. Siklus
II
- Perencanaan (planning),
terdiri atas kegiatan:
a.
penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP);
b.
penyiapan
skenario pembelajaran.
- Pelaksanaan (acting),
terdiri atas kegiatan;
a.
pelaksanaan
program pembelajaran sesuai dengan jadwal,
b.
pembelajaran
kooperatif dengan materi Perubahan sifat Benda berdasarkan sifatnya pada
pertemuan ke I dan II.
c. siswa
untuk menerapkan strategi pembelajaran kooperatif,
diikuti kegiatan LKS.
d.
mengadakan
observasi tentang proses pembelajaran,
e. mengadakan
tes tertulis,
f. penilaian
hasil tes tertulis.
- Pengamatan
(observing), yaitu mengamati
proses pembelajaran dan menilai hasil tes sehingga diketahui hasilnya,
- Refleksi
(reflecting), yaitu menyimpulkan
pelaksanaan hasil tindakan pada siklus II.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Kondisi Awal
Pembelajaran
pada kondisi awal menunjukan bahwa
proses kegiatan belajar mengajar di kelas V SDN Ujong Tunong, belum efektif
dikarenakan pembelajaran masih berpusat pada guru artinya guru masih banyak
berperan. Dan peserta didik kurang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar dan
belum terlihatnya peran aktif siswa dengan siswa. Kondisi
seperti itu tidak akan mampu meningkatkan hasil
belajar siswa dalam memahami kompetensi pada mata pelajaran IPA. Akibatnya hasil belajar yang diperoleh siswa tidak sesuai
dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu
70.
Berikut
ketuntasan belajar pada kondisi awal peneliti paparkan pada tabel di bawah ini.
Tabel
4.1 Ketuntasan
Belajar Siswa Hasil Tes Kondisi Awal
No
|
Ketuntasan
Belajar
|
Kondisi Awal
|
Jumlah
|
Persen
|
1
|
Tuntas
|
10
|
31,25%
|
2
|
Belum Tuntas
|
22
|
68,75%
|
Jumlah
|
32
|
100 %
|
Berdasarkan
data pada tabel 4.1 tersebut di atas,
diketahui bahwa siswa kelas V yang memiliki nilai kurang dari KKM 70, sebanyak
10 siswa dari 32 siswa. Dengan demikian persentase jumlah siswa yang belum
mencapai ketuntasan belajar minimum untuk materi Perubahan Sifat Benda sebesar
(68,75%). Sedangkan yang telah mencapai ketuntasan hanya sebanyak 10 siswa
(31,25%) , hal dapat dilihat pada grafik
dibawah ini.
Grafik 4.1. Ketuntasan
Belajar pada Kondisi Awal
Hasil nilai rata-rata yang diperoleh dari tes pada kondisi awal dapat
ditunjukan seperti dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.2.
Rata-rata Hasil Tes Kondisi Awal
No
|
Keterangan
|
Nilai
|
1
|
Nilai
Tertinggi
|
80
|
2
|
Nilai
Terendah
|
40
|
3
|
Jumlah
Nilai
|
1840
|
4
|
Nilai
Rata-Rata
|
57,5
|
B.
Deskripsi Tindakan Dan Hasil Penelitian Siklus I
1.
Perencanaan Tindakan
a.
Pemilihan
materi dan sub materi untuk penyusunan RPP
Materi
yang dipilih adalah ”Perubahan Sifat Benda” dengan sub materi yang dipilih pada
pertemuan I ”Perubahan sifat benda akibat pemanasan dan pendinginan dan II
adalah ”perubahan sifat benda akibat pembakaran, pembusukan dan perkaratan ”.
Berdasarkan sub materi yang dipilih tersebut, kemudian disusun ke dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Masing-masing RPP diberikan alokasi waktu
sebanyak 2 x 35 menit, artinya setiap RPP disampaikan dalam 1 kali tatap muka. Dengan demikian,
selama siklus I terjadi 2 kali tatap muka.
b.
Pembentukan
kelompok-kelompok belajar
Pada siklus I, siswa dalam satu kelas dibagi menjadi 4 kelompok kecil dengan memperhatikan heterogenitas baik kemampuan dan gender.
2. Pelaksanaan
Tindakan
a.
Pelaksanaan
Tatap Muka
Tatap muka I dan II
dilaksanakan dengan metode pembelajaran yang digunakan adalahpembelajaran
koopeartif dengan panduan Lembar Kerja
Siswa ( LKS). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut;
Ø
Tahap
1 penyampaian materi
Ø
Tahap
2 Team (Kelompok)
1. Guru
membagi kelas dalam beberapa kelompok secara heteogen
2. Guru
menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
3. Guru
memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi/tugas.
melalui LKS
4. Guru
menyampaikan cara mengerjakan LKS.
5. Guru
mengawasi siswa selama kegiatan eksperimen dan mengisi LKS, serta memberikan
tenggang waktu untuk mengerjakannya.
6. Siswa
mengumpulkan hasil pekerjaanya
7. Guru
mengulas dan membahas hasil jawaban siswa pada LKS secara klasikal.
Ø Evaluasi
1.
Guru mengkondisikan siswa untuk bekerja
secara individu dan lepas dari kelompok yang sebelumnya.
2.
Guru memberikan sebuah soal tes
kognitif sebagai bahan evaluasi pemeblajaran hari ini.
3. Guru menjelaskan cara soal tes kognitif.
4. Guru mengawasi semua siswa ketika
pembelajaran berlangsung
5. Siswa mengumpulkan soal setelah waktuu yang
ditentukan selesai
6. Pada akhir pembelajaran guru memberikan
evaluasi
7. Penutup
Dalam kegiatan
ini mereka saling bekerja sama dan
bertanggung jawab untuk bersaing dengan kelompok lain dalam menyelesaikan
lembar kerja siswa. Suasana pembelajaran lebih menyenangkan nampak semua siswa
bergairah dalam mengikuti pelajaran.
b. Wawancara
Kegiatan
wawancara dilaksanakan oleh guru terhadap beberapa anggota kelompok. Wawancara
diperlukan untuk mengetahui sejauh mana perasaan siswa dalam memahami materi
dengan menggunakan pembelajaran cooperative ini. Hasil wawancara juga digunakan sebagai bahan
refleksi.
3. Observasi
Observasi
dilaksanakan pada keseluruhan kegiatan tatap muka, dalam hal ini observasi
dilakukan oleh 2 (dua) observer yaitu guru kelas (teman sejawat) pada SD Negeri Ujung Tunong. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui secara detail
keaktifan, kerjasama, kecepatan dan ketepatan
siswa dalam memahami materi
sumber daya alam. Hasil observasi digunakan sebagai bahan refleksi dan untuk
merencanakan tindakan pada siklus II.
4. Refleksi
Berdasarkan pelaksanaan tindakan pada siklus I terdapat
peningkatan hasil belajar dibandingkan dengan kondisi awal. Pada kondisi awal
jumlah siswa yang dibawah KKM sebanyak
22 siswa sedangkan pada akhir siklus I berkurang menjadi 11 siswa. Disamping itu perolehan nilai rata-rata kelas
meningkat dari 57,5 menjadi 65,63. Hasil belajar pada pra siklus atau kondisi
awal jika dibandingkan dengan siklus I, dapat disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.3
Perbandingan Ketuntasan Belajar
Kondisi Awal dengan
Siklus I
No
|
Ketuntasan
|
Jumlah Siswa
|
Kondisi Awal
|
Siklus I
|
Jumlah
|
Persen
|
Jumlah
|
Persen
|
1
|
Tuntas
|
15
|
44,12 %
|
23
|
67,65 %
|
2
|
Belum Tuntas
|
19
|
55,88 %
|
11
|
32,35 %
|
Jumlah
|
34
|
100 %
|
34
|
100 %
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel
perbandingan ketuntasan belajar pra siklus dengan siklus I dapat diperjelas
dengan diagram batang dibawah ini;
Grafik 4.2. Ketuntasan Belajar Kondisi Awal dan Siklus I
Perbandingan
hasil nilai rata-rata yang diperoleh dari tes pada kondisi awal dengan siklus I
dapat ditunjukkan seperti dalam tabel berikut ini:
Tabel 4. 4. Perbandingan Nilai Rata-rata
Kondisi Awal dan Siklus I
No
|
Keterangan
|
Kondisi Awal
|
Siklus I
|
1
|
Nilai
Tertinggi
|
80
|
90
|
2
|
Nilai
Terendah
|
40
|
50
|
3
|
Jumlah Nilai
|
1930
|
2100
|
4
|
Nilai
Rata-Rata
|
57,5
|
65,63
|
Dari data kondisi
awal pada tabel 4.2 menunjukkan hanya sebanyak 22 siswa (68,75%) dinyatakan
belum tuntas dan 11 siswa (31,25%) dinyatakan tuntas. sedangkan pada
pelaksanaan siklus I dengan menerapkan coopertive learning atau pembelajaran
kooperatif menunjukkan sebanyak 21 siswa (65,63%) dinyatakan tuntas, 11 siswa
(34,37%) dinyatakan belum tuntas. dapat disimpulkan bahwa pembelajaran coopertive
learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA, khususnya pada materi “Perubahan
Sifat Benda”. Disamping itu,
rata-rata kelas pun mengalami kenaikan menjadi 65,63%. Walaupun sudah terjadi
kenaikan seperti tersebut di atas, namun hasil tersebut belum optimal. Hal ini
dapat terlihat dari hasil observasi bahwa dalam kegiatan pembelajaran masih
terdapat beberapa siswa yang kurang aktif dalam melakukan kegiatan
pembelajaran, karena sebagian siswa beranggapan bahwa kegiatan secara kelompok
akan mendapat prestasi yang sama. Selama
proses pembelajraan berlangsung disswa kurang memperhatikan petunjuk pengerjaan
yang disampaikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan pembelajaran pada
siklus II.
C. Deskripsi Tindakan Dan Hasil
Penelitian Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka
pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut.
1. Perencanaan Tindakan
a. Pemilihan
materi dan sub materi untuk penyusunan RPP
Materi
yang dipilih adalah ”Perubahan Sifat Benda yang dapat Balik dan tidak dapat
Balik” dengan sub materi yang dipilih pada pertemuan ke I dengan sub materi
adalah”Perubahan sifat benda yang dapat balik (bersifat sementara)” dan II ”Perubahan sifat Benda yang tidak
dapat balik (bersifat tetap) ” . Berdasarkan sub materi yang dipilih tersebut, kemudian
disusun ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Masing-masing RPP
diberikan alokasi waktu sebanyak 2 x 35 menit, artinya setiap RPP disampaikan
dalam 1 kali tatap muka.
b. Pembentukan kelompok-kelompok belajar
Pada siklus II, siswa dalam satu kelas
dibagi menjadi 4 kelompok kecil
dengan memperhatikan
heterogenitas baik kemampuan dan gender.
5. Pelaksanaan
Tindakan
a. Pelaksanaan Tatap Muka
Tatap muka I dan II dilaksanakan dengan metode
pembelajaran yang digunakan adalah cooperative dengan panduan Lembar Kerja Siswa (LKS). Adapun langkah-langkahnya
sebagai berikut;
Ø
Tahap
1 Penjelasan materi
Ø
Tahap
II (Team)
1. Guru melaksanakan tahapan kerja kelompok yang
pertama
2. Guru memberikan sebuah LKS yang didalamnya ada
petunjuk melakukan eksperimen yang harus dilakukan oleh masing-masing kelompok
untuk mengatahui benda-benda apa saja yang dapat balik(sementara) dan tidak
dapat balik (tetap).
3. Guru memberikan tenggang waktu untuk siswa
mengerjakan LKS tersebut
4. Guru meminta siswa mengumpulkan hasil pekerjaan
kelompoknya
5. Guru mengulas dan membahas hasil jawaban siswa
padda LKS secara klasikal.
Ø Evaluasi
1. Guru mengkondisikan siswa untuk bekerja secara
individual dan lepas dari kelompoknya
2. Guru
memberikan tes evaluasi pembelajaran.
Ø Menyimpulkan materi yang telah disampaikan
Ø memberikan tindak lanjut
b. Wawancara
Wawancara
dilaksanakan pada saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran. Wawancara
diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami,
memadukan dengan mata pelajaran lain. Disamping itu, wawancara digunakan untuk mengidentifikasi
kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa. Hasil wawancara digunakan sebagai bahan refleksi.
3. Observasi
Mengacu pada lembar
observasi yang diberikan pada observer, tercatat rekaman kegiatan guru dengan komentar
berpusat pada siswa. Dapat disimpulkan dari lembar observasi yang diisi observer
yakni kelas V., dinyatakan bahwa siswa sangat antusias pada pembelajaran yang
dilakukan. Siswa terlihat semangat dalam mengikuti setiap ekspeimen dengan
petunjuk yang ada pada LKS dengan baik. Semua siswa terlibat aktif dalam kerja
kelompok dan tanya jawab dengan guru. aktivitas
siswa sangat terlihat dalam kelompok.
4. Refleksi Tindakan Siklus
II
Pembelajaran
yang dilakukan disekolah maupun pasti akan menemukan kendala yang beragam.
Sebelum kendala itu muncul seorang guru harus menyiapkan sebuah alternatif
tindakan yang dapat meminimalisir kegagalan yang akan terjadi. seperti halnya
ketika seorang akan melakukan sebuah eksperimen yang memanfaatkan sumber daya
alam, pada tahap perencanaannya seorang guru harus menyiapkan alternatif solusi
yang lain ketika keadaan alam tiba-tiba berubah menjadi sebuah masalah
dalam pembelajaran.
Dilihat
dari hasil Siklus II, kegiatan pembelajaran tidak perlu dilanjutkan lagi atau dapat
diakhiti pada siklus II karena target yang ditentukan sebelumnya telah
terlampaui. Dari data tersebut dapat disimpulkan siswa dapat menyerap konsep
yang diajarkan baik terbukti dari nilai hasil belajar siklus I dan II sudah ada
peningkatan. selain itu juga siswa sudah terbiasa belajar dengan cara
berkelompok dan belajar dengan bereksperimen.
Berdasarkan
pelaksanaan tindakan pada siklus II terdapat peningkatan hasil belajar
dibandingkan dengan Siklus I. Pada Siklus I jumlah siswa yang dibawah KKM sebanyak
11 siswa sedangkan pada akhir siklus II berkurang menjadi 4 siswa. Disamping itu perolehan nilai rata-rata kelas
meningkat dari 65,52 menjadi 75,93 . Hasil belajar pada siklus I jika dibandingkan dengan siklus II, dapat
disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 4.5.
Perbandingan Ketuntasan Belajar Siklus I dengan Siklus II
No
|
Ketuntasan
|
Jumlah Siswa
|
Siklus I
|
Siklus II
|
Jumlah
|
Persen
|
Jumlah
|
Persen
|
1
|
Tuntas
|
22
|
65,63%
|
28
|
87,5%
|
2
|
Belum Tuntas
|
11
|
34,37%
|
4
|
12,5 %
|
Jumlah
|
32
|
100 %
|
32
|
100 %
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel perbandingan
ketuntasan belajar siklus I dengan
siklus II dapat diperjelas dengan diagram batang dibawah ini;
Grafik 4.2. Ketuntasan Belajar Siklus I dan Siklus II
Perbandingan
hasil nilai rata-rata yang diperoleh dari tes pada kondisi awal dengan siklus I
dapat ditunjukkan seperti dalam tabel berikut ini:
Tabel
4.6. Perbandingan Nilai Rata-Rata Siklus I dan Siklus II
No
|
Keterangan
|
Siklus I
|
Siklus II
|
1
|
Nilai
Tertinggi
|
80
|
100
|
2
|
Nilai
Terendah
|
50
|
60
|
3
|
Jumlah Nilai
|
2100
|
2430
|
4
|
Nilai
Rata-Rata
|
65,63
|
75,93
|
Berdasarkan informasi data pada tabel di
atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran cooperative
mampu mengoptimalkan dan meningkatkan hasil belajar IPA, khususnya pada materi
“Perubahan sifat benda yang dapat balik dan tidak dapat balik” di kelas V SD
Negeri Ujung Tunong. Dengan demikian penlitian sianggap berhasil dan berhenti
pada Siklus II.
D. Pembahasan
Pada dasarnya pembelajaran
kooperatif bertujuan agar
peserta didik dapat belajar secara kelompok
bersama teman-temannya dengan
cara saling menghargai pendapat dan
memberikan kesempatan kepada
orang lain untuk
mengemukakan gagasannya
dengan menyampaikan pendapat
mereka secara berkelompok
(Isjoni, 2010). Intinya pada
pembelajaran dengan basic penerapan strategi
kooperatif menekankan adanya sebuah
proses belajar dan
mengajar antara individu
dengan individu lainnya untuk mencapai tujuan yang sama.
Menurut Slavin (dalam
Isjoni, 2010: 21)
pembelajaran kooperatif memiliki tiga konsep sentral yaitu
penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan kesempatan yang sama
untuk berhasil. Ketiga konsep tersebut dapat dijadikan tolok ukur
keberhasilan sebuah model pembelajaran kooperatif yang diterapkan.
Selama kegiatan pembelajaran dalam penelitian berlangsung, peneliti dan
observer mengamati jalannya proses pembelajaran untuk mengukur sejauh mana
siswa mengalami perkembangan dan kemajuan didalam aktivitas belajaranya, untuk
itu peneliti menyimpulkan hasil yang diperoleh dalam pengamatan tersebut
kedalam kegiatan observasi, observasi yang dilakukan selama kegiatan proses
pembelajaran berlangsung memberikan sebuah rangkaian informasi mengenai
perkembangan belajar siswa tersebut.
Informasi yang diperoleh melalui observasi pada setiap tindakan selama
proses kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa terlihat aktif berdiskusi dan
serius dalam berdiskusi dalam kelompok pada saat mengerjakan tugas yang
diberikan guru, di sisi lain motivasi yang dimiliki siswa dalam belajar juga
terlihat sangat baik.
Perhatian pada materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru juga
terlihat cukup baik, hal ini terbukti pada saat pembelajaran berlangsung,
banyak siswa yang langsung mengerti dan memahami materi yang disampaikan guru
walaupun ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan sepenuhnya materi yang
disampaikan.
Dari segi keberanian, siswa terlihat kurang berani dan percaya diri dalam
mengungkapkan pendapat atau hal-hal yang menurutnya tidak sesuai dengan
pemahamannya, khususnya keberanian didalam bertanya. Hal tersebut terlihat saat
siswa kurang begitu mengerti tentang materi, mereka hanya berani bertanya
kepada temannya yang lebih diunggulkan daripada kepada guru, namun guru
memperhatikan sikap siswa tersebut dan langsung memberikan arahan dan bimbingan
agar materi yang menurut siswa kurang dipahami terjawab dengan jelas melalui
arahan dan bimbingan guru.
Dalam mengungkapkan pendapat, siswa sudah cukup menunjukan adanya sikap
percaya diri, terbukti dengan sikap aktif sisiwa pada saat belajar kelompok
mengerjakan soal-soal di Lembar Kerja Siswa (LKS), sebagian dari mereka
terlihat aktif saling memberikan masukan dan pendapat untuk merumuskan dan
memecahkan suatu jawaban yang tepat untuk menjawab soal-soal pada LKS tersebut,
selain itu siswa juga menghargai pendapat-pendapat dari teman-temannya yang
lain.
Dengan melihat hasil tes pada tahap kondisi awal, sebelum menerapkan
pembelajarn kooperatif dalam pembelajaran IPA pada pokok bahasan perubahan
sifat benda nilai rata-rata kelas adalah 57,5 dan siswa yang dikategorikan
lulus hanya sebanyak 10 orang siswa atau sekitar 31,25 % saja. Sedangkan
setelah proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, nilai
rata-rata evaluasi yang diperoleh siswa menunjukan peningkatan yang cukup
signifikan.
Pada siklus I siswa yang sudah tuntas terdapat 21 siswa sebesar 65,63%,
sedangkan yang belum tuntas terdapat 11 siswa yang belum tuntas sebesar 34,37%.
Dari hasil analisis yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai IPA
siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan yang cukup baik. Hal ini dapat
dilihat dari hasil jawaban siswa pada soal-soal yang diberikan, sebagian besar
siswa telah mampu menjawab soal-soal yang diberikan, begitu juga ketika
kegiatan belajar kelompok berlangsung, siswa mampu berdiskusi dengan baik untuk
menentukan sebuah pemecahan masalah yang akan mereka gunakan untuk menjawab
soal-soal yang diberikan guru pada lembar LKS.
Pada
siklus ke II penelitian, perolehan nilai tertinggi hasil tes pada tahap
pelaksanaan evaluasi adalah 100, dan terdapat 2 siswa yang mencapai angka
tersebut, pada tahap siklus II ini nilai rata-rata siswa semua meningkat, dan
dapat dikatakan bahwa pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Nilai terendah pada
tahap siklus II ini adalah 60, siswa
yang mendapatkan nilai 60 (Enam Puluh) hanya 4 siswa. Rata-rata nilai hasil tes
adalah 75,93 dan persentase kelulusan 87,5%. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.7. Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada
Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II
No
|
Ketuntasan
|
Jumlah
Siswa
|
Kondisi
Awal
|
Siklus
I
|
Siklus
II
|
Jlh
|
Persen
|
Jlh
|
Persen
|
Jlh
|
Persen
|
1
|
Tuntas
|
11
|
31,25 %
|
21
|
65,63 %
|
28
|
87,5 %
|
2
|
Belum Tuntas
|
21
|
68,75 %
|
11
|
34,37 %
|
4
|
12,5%
|
Jumlah
|
32
|
100 %
|
32
|
100 %
|
32
|
100 %
|
Berdasarkan data tabel di atas dapat
digambarkan pada grafik batang dibawah ini:
|
|
Grafik 4.4. Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada
Kondisi Awal Siklus I dan Siklus II
|
|
Dengan demikian pembelajaran dengan menggunakan model Coopertive Learningatau pembelajaran
kooperatif pada siswa kelas V materi Perubahan Sifat
Benda semester I tahun ajaran 2010/2011 dapat meningkatkan hasil belajar IPA
SDN Ujung Tunong.
BAB V
SIMPULAN
DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan
temuan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dapat mengoptimalkan hasil belajar
IPS pada materi Perubahan Sifat Benda di
kelas V SD Negeri Ujung Tunong Kecamatan
Julok Kabupaten Aceh Timur. Hal ini
ditandai adanya beberapa temuan dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu:
1.
Perolehan nilai rata-rata hasil belajar
siswa terhadap materi “Perubahan Sifat Benda”, mengalami peningkatan yaitu pada
kondisi awal sebesar 57,5 dan pada tindakan siklus I meningkat sebesar 65,63
sedangkan pada tindakan siklus II meningkat secara signifikan yaitu sebesar
87,5
2.
Skor kelulusan belajar siswa juga
mengalami peningkatan yaitu pada kondisi awal hanya sebesar 31,25 %, setelah
diberi tindakan pada siklus I menjadi 65,63% sedangkan pada siklus II
ketuntasan belajar juga mengalami peningkatan yang signifikan yaitu
sebesar 87,5 %.
B.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti ingin menyampaikan
saran dan masukan yang mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi kita semua, dan
khususnya bagi para pendidik untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Saran dan
masukan tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Guru hendaknya mampu memahami kesulitan belajar yang dialami
siswa, khususnya siswa Sekolah Dasar, hal ini dilakukan guna mempermudah
pemberian bantuan dan bimbingan yang tepat dan sesuai dengan letak kesulitan
siswa tersebut, sehingga siswa yang mengalami kesulitan belajar mendapatkan
sebuah arahan yang jelas untuk dapat meningkatkan hasil belajarnya.
2.
Seorang pendidik atau guru hendaknya mampu dan kreatif
dalam menciptakan sebuah suasana belajar
yang menyenangkan dan kondusif bagi seluruh siswa, agar konsentrasi
siswa dalam belajar menjadi terfokus.
3.
Guru harus kreatif mengembangkan metode dan pendekatan
yang menarik dalam mengajar, sehingga
siswa tidak mudah jenuh dan bosan dalam menerima materi pembelajaran yang
disampaikan oleh guru.
4.
Dalam menyampaikan materi, hendaknya
guru mampu berinovasi untuk menciptakan model-model pembelajaran yang menarik
dan sesuai dengan materi pembelajaran yang disampaikan, khususnya ketika
mengajar matematika yang memerlukan sebuah motivasi belajar yang tinggi agar
siswa tidak cepat bosan.
5.
Perencanaan pembelajaran yang matang, sangatlah
penting bagi guru dalam proses mengajar,
karena dengan merancang perencanaan pembelajaran yang baik, akan menghasilkan
sebuah hasil yang maksimal.
6.
Seorang guru hendaknya mencurahkan
perhatian penuh kepada setiap siswa ketika mengajar, karena tidak semua siswa
memiliki keberanian untuk mengungkapkan segala kesulitannya dalam belajar.
Memperhatikan
kelebihan dari penerapan pembelajaran kooperatif diharapkan agar menjadi sebuah
masukan yang berarti bagi para guru, khususnya ketika mengajar IPA. Karena,
sesuai dengan pengalaman yang diperoleh peneliti ketika melakukan penelitian,
terbukti bahwa penerapan mampu memberikan sebuah solusi yang efektif dan ideal
didalam menyampaikan materi pembelajaran, khususnya pada pembelajaran IPA.