PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Manusia yang
memiliki kemampuan sebagai seorang pendidik dan pengajar khususnya mata
pelajaran bahasa Indonesia, sudah selayaknya mengenali dan memahami, serta
mampu untuk mengadakan suatu inovasi dan perbaikan dalam hal pembelajaran di
dalam kelas baik di kelas rendah maupun di kelas lanjutan, untuk itu ada
beberapa masalah yang perlu dicarikan solusi pemecahannya, terutama yang
berhubungan dengan kebahasaan.
Anak-anak telah
belajar bahasa dan menguasai bahasa lisan dengan baik jauh sebelum mereka
sekolah. Sering kita jumpai anak yang pandai bercerita dengan susunan kalimat
yang benar sehingga orang yang mendengarkannya dapat memahami jalan cerita
tersebut, ternyata anak tersebut belum bersekolah. Dalam hal ini anak-anak
tidak mempunyai kesulitan dalam belajar bahasa secara nonformal/di rumah.
Namun
ketika anak mulai sekolah dan mendapat pelajaran bahasa, keadaan menjadi
terbalik. Bahasa yang semula merupakan hal yang mudah dan mengasyikan berubah
menjadi pelajaran yang sulit (Goodman, 1986).
Sering kita dengar orang tua mengeluh tentang anaknya mendapat nilai kurang
untuk pelajaran bahasa Indonesia, sementara nilai mata pelajaran lain,
matematika misalnya, mendapat nilai yang cukup baik. Pelajaran bahasa yang
seharusnya menyenangkan dan mengasyikan ternyata jauh ari harapan. Ini
disebabkan karena di sekolah, bahasa diajarkan secara terpisah-pisah. Pada
umumnya guru mengajarkan keterampilan berbahasa dan komponen bahasa secara
terpisah. Membaca diajarkan pada jam yang berbeda dengan menulis. Demikian pula
pelajaran tentang struktur bahasa dan kosakata atau kesusasteraan. Tidak jarang
kita temui siswa yang ditugasi emembuat kalimat-kalimat lepas untuk melatih
pola kalimat tertentu. Dengan system mengajar seperti ini, siswa tidak
mendapatkan pelajaran bahasa yang utuh seperti yang mereka pelajari sebelum
mereka sekolah.
Dengan
mengajarkan bahasa secara terpisah-pisah, sangat sulit untuk memotivasi siswa
belajar bahasa karena siswa melihat apa yang dipelajarinya tidak ada
hubungannya dengan kehidupan mereka. Untuk memperbaiki pengajaran bahasa, di
beberapa negara seperti Inggris, Australia, New Zealand, Kanada, dan Amerika
Serikat mulai menerapkan pendekatan Whole
Language pada sekitar tahun delapan
puluhan (Routman, 1991).
Whole Language adalah suatu pendekatan pengajaran bahasa yang
menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah-pisah (Edelsky, 1991; Froeses, 1990; Goodman, 1986;
Weaver, 1992). Para ahli Whole
Language berkenyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (Whole) yang tidak dapat dipisah-pisahkan
(Rigg, 1991). Oleh karena itu
pengajaran keterampilan berbahsa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan
kosakata disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik.
Pengajaran tentang penghitungan tanda baca seperti koma, semi-kolon, dan kolon
misalnya, diajarkan sehubungan dengan pelajaran menulis, jangan mengajarkan
penggunaan tanda baca tersebut hanya karena materi itu tertera dalam kurikulum.
Atas
dasar itulah maka penulis berkeinginan untuk mencoba menerapkan salah satu
pembelajaran membaca dalam hati dengan pendekatan menyeluruh (Whole Language) yang dapat membantu
meningkatkan keterampilan teknik membaca pada siswa kelas V Sekolah Dasar
melalui pembahasan makalah dengan judul yaitu: “Melalui Pendekatan Whole Language Dapat Meningkatkan
Keterampilan Membaca Dalam Hati Pada Siswa Sekolah Dasar”. Dalam pembelajaran membaca dalam hati
diharapkan siswa dapat memperoleh informasi dari suatu bacaan dengan memahami
ini bahan secara tepat dan cermat, karena keterampilan membaca dalam hati
merupakan kunci bagi semua ilmu pengetahuan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada
latar belakang masalah di atas, dapat dikemukakan rumusan masalah yang akan
dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut: “Apakah Melalui Pendekatan Whole
Language Dapat Meningkatkan Keterampilan Membaca Dalam Hati Pada Siswa
Sekolah Dasar?”
C.
Tujuan Pembahasan
Untuk
mengungkap pengaruh membaca dalam hati dengan pendekatan whole language terhadap hasil belajar Bahasa Indonesianpada siswa
sekolah dasar
D. Manfaat Pembahasan
Hasil dari penelitian ini
diharapkan bermanfaat untuk semua pihak yang berkompeten baik dalam bidang
pendidikan maupun non kependidikan. Dengan kata lain manfaat hasil penelitian
ini dapat juga dipandang dari dua sisi baik manfaat secara teoretis maupun
praktis. Untuk itu manfaat hasil penelitian ini dijabarkan sebagai
berikut:
- Manfaat
Teoretis
Mendapatkan teori-teori baru tentang peningkatan hasil belajar Bahasa
Indonesia membaca dalam hati dengan pendekatan Whole Language.
- Manfaat
Praktis
a. Bagi
siswa SD, hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi siswa yang bermasalah, juga
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan
akhirnya prestasi belajar siswa meningkat.
b. Bagi
guru, merupakan salah satu langkah untuk mengetahui strategi pembelajaran bahasa Indonesia yang relevan, sehingga
permasalahan-permasalahan yang timbul dapat dikurangi.
c. Bagi
peneliti, diharapkan dapat memperluas wawasan tentang pemecahan masalah membaca dalam pembelajaran bahasa Indonesia
d. Bagi
sekolah sebagai masukan dalam rangka pengektifan proses belajar mengajar dan
kualitas pembelajaran di kelas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Membaca
Membaca merupakan salah satu
keterampilan berbahasa, selain menyimak, mewicara dan menulis. Dalam membaca
seseorang dituntut untuk berinteraksi melalui teks (tulisan). Dengan membaca
seseorang dapat memperoleh pesan yang dituliskan dalam sistem tanda baca (graphonic knowledge). Apabila seseorang
tidak memiliki keterampilan membaca yang memadai, hampir dipastikan ia tidak
mampu berkomunikasi melalui teks, apabila itu dihubungkan dengan tuntutan
kehidupan saat ini, tentu orang tersebut akan mendapatkan hambatan dalam
memperoleh pesan (informasi) yang disampaikan melalui teks atau tulisan.
Membaca adalah interaksi dengan
bahasa yang sudah dialihkan kodekan dalam tulisan (teks). Menurut Ellis (1989), Reasing is the visual receptive component of communication. It is the
process of deriving meaning from the written worg. Children use their total
language ability when they read. Anak-anak menggunakan seluruh kemampuan
bahasa mereka bahasa mereka pada saat membaca. Hal itu dilakukan anak untuk
mengolah pesan yang terdapat dalam tulisan. Oleh karena itu, anak harus
memiliki keterampilan reseptif visual dalam
membaca.
Menurut Nuttall, (1982) mengartikan membaca sebagai upaya menggali
informasi dari berbagai jenis teks, sesuai dengan tujuan membaca. Berupa
keterampilan-keterampilan mengenai kata dan keterampilan memanfaatkan teks itu
sendiri. Keterampilan menangani kata yang dimaksud tersebut adalah keterampilan
memanfaatkan konteks mulai dari berbagai pemakaian morfologis lingkungan kata
yang lazim disebut konteks, sampai dengna memanfaatkan konteks luar bahasa
untuk memahami makna dan nilai yang terdapat dalam teks.
Dari pandang di atas dapat
dinyatakan bahwa membaca dapat merupakan proses pengolahan bacaan atau teks
untuk menggali informasi yang terdapat dalam teks. Kegiatan membaca melibatkan
komponen kebahasaan, gagasan, nada, gaya, serta yang termasuk dalam kategori
konteks dan komponen konteks yang berada di luar komponen kebahasaan.
B. Membaca dalam Hati
Pembelajaran
membaca dalam hati di Sekolah Dasar bertujuan untuk mendapatkan informasi dari
suatu bacaan dengan memahami isi bacan secara tepat dan cermat.
Untuk
mencapai sasaran membaca dalam hati siswa-siswa Sekolah Dasar hendaknya
menguasai keterampilan-keterampilan sebagai berikut: membaca tidak bersuara,
membaca tanpa disertai gerakan-gerakan anggota badan, membaca tidak merisaukan
isinya meskipun tidak cocok, berkonsentrasi fisik dan mental, dapat
mengungkapakan kembali isi bacaaan.
Adapun bahan
bacaan membaca dalam hati adalah dapat berupa koran, majalah, buku rujukan atau
bahan kepustakaan. Bahan bacaan membaca dalam hati sebaiknya bukan bahan yang
diambil dari buku paket, sebab kemungkinan ada diantara siswa yang sudah pernah
membaca baha tersebut.
Tarigan
(1984:30) berpendapat bahwa “membaca dalam hati secara garis besar menjadi dua
bagian yaitu membaca ekstensif dan membaca intensif”.
Membaca
ekstensif berarti membaca secara luas suatu teks dalam waktu yang sesingkat
mungkin, kegiatan membaca ekstensif adalah kegiatan membaca untuk memahami isi
yang penting dengan cepat dan efisien dalam suatu bacaan. Kegiatan membaca
ekstensif meliputi: membaca survey, membaca seluas dan membaca dangkal (Broughton et.al). dalam Tarigan,
(1984:35).
Menurut Brooks dalam Tarigan (1984:35)
Membaca
intensif adalah “Stdi seksama, telaah isi, dan penanganan terperinci yang
dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek dua sampai empat
halaman setiap hari. Kegiatan membaca intensif meliputi: membaca telaah isi,
dan membaca telaah bahasa.
Penulis dapat
mengungkapkan bahwa anak tersebut belajar secara terpisah untuk membaca,
menulis, mendengar, dan berbicara. Padahal apabila kita cermati secara seksama
pembelajaran bahasa adalah menyeluruh. Artinya bila anak tersebut belajar
membaca maka secara tidak langsung anak tersebut belajar mendengarkan,
berbicara serta menulis. Pembelajaran bahasa yang dipaket dalam satu kemasan
dengan memusat pada satu tema adalah pembelajaran yang menarik bagi siswa.
C. Pendekatan Whole Language
Pendekatan Whole Language merupakan salah satu
pendekataan pembelajaran bahasa yang mulai diperkenalkan di Indonesia. Keampuhan pendekataan
ini telah banyak dibuktikan oleh beberapa negara yang menggunakan di kelas.
Menurut Brenner (1990) berpendapat bahwa Whole Language adalah cara mengajarkan
prapembaca, membaca dan keterampilan bahasa lainnya melalui keseluruhan proses
yang melibatkan bahasa, menulis, berbicara, mendengarkan cerita, mengarang
cerita karya seni, bermain drama, maupun melalui cara-cara yang lebih
tradisional.
Berdasarkan
pendapat tokoh di atas, maka pembelajaran bahasa berdasarkan pendekatan bahasa
menyeluruh mempunyai ciri-ciri: menyeluruh (Whole/Cooperative
Eksperances), bermakna (Meaningfull),
berfungsi (Function), alamiah (Natural / Authentic),
Whole Language
adalah cara untuk menyatukan pandangan tentang bahasa, tentang pembelajaran dan
tentang orang-orang yang dimaksud adalah siswa yang terlibat dalam
pembelajaran. Dalam hal ini orang-orang yang dimaksud adalah siswa dan guru. Whole Language dimulai dengan
menumbuhkan lingkungan dimana bahasa diajarkan secara utuh dan keterampilan
bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) diajarkan secara terpadu.
Menerapkan Whole Language memang agak
sulit karena tidak ada acuan yang benar-benar mengaturnya.
D. Hasil Belajar
Darmansyah
(2006:13) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap
kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah hasil penilaian
terhadap kemampuan siswa setelah menjalani proses pembelajaran.
Hasil
belajar merupakan suatu prestasi yang dicapai seseorang dalam mengikuti proses
pembelajaran, dengan kata
lain hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam diri individu yang
belajar. Perubahan yang diperoleh dari hasil belajar adalah perubahan secara
menyeluruh terhadap tingkah laku yang ada pada diri individu. Hasil belajar itu
mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sesuai menurut Bloom yang
dikutip Djaafar (2001:83) menyatakan hasil belajar dibagi dalam tiga ranah atau
kawasan yaitu (1) Ranah Kognitif, (2) Ranah Afektif dan (3) Ranah Psikomotor.
Masing-masing
ranah menghasilkan kemampuan tertentu. Hasil belajar ranah kognitif
berorientasi kepada kemampuan “berpikir” yang mencakup kemampuan memecahkan
suatu masalah. Hasil belajar ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi,
sistem nilai dan sikap hati-hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakkan
terhadap sesuatu. Sedangkan hasil belajar ranah psikomotorik yang berhubungan
dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan
otak.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa peningkatan
keterampilan membaca dalam hati dengan
pendekatan whole language
dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia materi memahami teks
pada siswa kelas V sekolah dasar. Dengan membaca siswa dapat membuka jendela dunia.
Pada pendekatan whole language bukan
hanya membaca, melainkan menggabungkan semua aspek dari mendengarkan, menulis
dan berbicara.
B.
Saran
Diharapkan pada siswa, agar sering berlatih membaca yang
diberikan oleh guru dengan baik. Bagi guru-guru agar dapat merancang dan
mengoptimalkan penerapan pendekatan whole
language dalam pembelajaran Bahasa Indonesia terutama dalam materi membaca..
Disamping itu, dalam upaya
meningkatkan hasil belajar dan
mutu pendidikan diharapkan agar para
orang tua dan masyarakat pro aktif
terhadap pihak sekolah demi tercapinya tujuan pendidikan nasional. Contoh/alternative
bagi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar guru di sekolah (di kelas).
DAFTAR PUSTAKA
BNSP. 2006. Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI, SDLB. Jakarta: BNSP.
I.G.A.K Wardani. 2003. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbitan Univesitas Terbuka.
Imansjah
Alipandie, 2004. Didaktik Metodik. Surabaya: Usaha
Nasional.
Mudjiono, 2002. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:
Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga
Kependidikan.
Muhammmad Ali, 2003. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru
Profesional. Bandung: Rosda
Nana Sudjana, 2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT.Sinar Baru Algensindo.
Sriyono, 2005. Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA.
Jakarta: Rineka Cipta
Tarsis Tarmudji, 2003. Metoda dan Media. Yogyakarta: Liberty
Udin S, Winataputra, 2007.
Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Depdikbud Proyek Mutu Guru Kelas SD Setara DII.