PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Disampaikan Oleh:
Drs. H.B. Suparlan, M.Pd.
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK
DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
PUSAT PENGEMBANGAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN
TENAGA KEPENDIDIKAN PKn DAN IPS
MALANG, 2008
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. Pendahuluan
Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang
Sisdiknas, Pasal 3, pendidikan nasional befungsi untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang merupakan salah satu tujuan kemerdekaan bangsa kita, seperti
dinyatakan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, upaya Guru
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas merupakan amalan mulia karena
memberikan kontribusi dalam mengisi kemerdekaan yang telah direbut lewat
pengorbanan yang tidak sedikit.
Guru yang sudah banyak jam terbangnya pasti
punya banyak pengalaman, baik
manis maupun pahit, dalam mengajar. Pengalaman manis dapat dirasakan ketika siswa-siswa berhasil meraih
prestasi, yang sebagian merupakan kontribusi guru. Guru pasti menginginkan siswa-siswa nya selalu
berhasil meraih prestasi terbaik. Namun, mungkin keinginan yang mulia tersebut terkadang,
bahkan sering tidak tercapai karena berbagai alasan. misalnya, mungkin guru sering menemukan siswa-siswa tidak
bersemangat, kurang termotivasi, kurang percaya diri, kurang disiplin, kurang
bertanggung jawab dsb. Pasti guru sudah
melakukan upaya untuk mengatasinya, tetapi mungkin hasilnya masih kurang dari
yang diinginkan.
Sebagian besar guru masih ingin mengatasi masalah-masalah ditemukan
di kelas. Sebagian dari mereka mencoba
mengatasinya lewat suatu kegiatan penelitian tindakan? Mendengar kata
’penelitian’ mungkin kita ingat
pengalaman pahit ketika dulu meneliti untuk skripsi, karena harus mengembangkan instrumen yang berkali-kali
direvisi atas saran dosen pembimbing, harus minta ijin ke sana ke sini, harus
terjun ke lapangan menemui responden, yang tidak selalu menyambut dengan ramah
kedatangan kita sebagai peneliti. Guru, harus kecewa karena angket tidak
semua dikembalikan, harus menganalisis data dan seirng tersandung masalah
statistik, dan setelah analisis selesai, harus kecewa karena hasilnya tidak
selalu siap dipraktikkan di dunia nyata dan sebagainya. Singkatnya,
kegiatan penelitian tidak mudah karena pertanggungjawaban teoretisnya cukup
berat.
Kita tidak perlu mengalami itu semua
ketika melakukan penelitian tindakan., karena
jenis penelitian ini memang berbeda dengan jenis penelitian lain. Kalau jenis
penelitian lain layaknya dilakukan oleh para ilmuwan di kampus atau lembaga
penelitian, penelitian tindakan layaknya dilakukan oleh para praktisi, termasuk
guru. Kalau jenis penelitian lainnya untuk mengembangkan teori, penelitian
tindakan ditujukan untuk meningkatkan praktik lapangan. Jadi penelitian
tindakan adalah jenis penelitian yang cocok untuk para praktisi, termasuk guru.
Oleh karena itu para guru sebaiknya menyamakan pemahaman tentang pentingnya
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran
di kelas.
Dalam Diklat Pengawas Bidang Studi PKn SMP, keberadaan mata tataran PTK
bertujuan untuk membekali para Pengwas agar lebih memiliki kemauan dan
kemampuan untuk membina dan membantu
Guru di lapangan dalam melaksanakan PTK. dengan harapan Guru lebih terbiasa
dann lebih memiliki kemampuan untuk melaksanakan PTK dalam upaya memperbaiki
kualitas pembelajaran.
B. PTK dan Ciri-cirinya
Penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan
dunia nyata, maka PTK cocok untuk guru. Kita mungkin heran kenapa istilah ’penelitian’ yang
biasanya berkenaan dengan teori sekarang dijodohkan dengan istilah ’tindakan’.
Keheranan Guru tidak berlebihan karena memang jenis penelitian ini tergolong
muda dibandingkan dengan penelitian tradisional yang telah ratusan tahun
dikembangkan. Uraian beberapa butir di bawah ini akan dapat membantu Guru dalam
memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan (Kemmis & McTaggrt,
1988 )
Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang
ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang
dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang
menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK.
Apakah kegiatan PTK tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama sekali
tidak, karena justru PTK dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di
kelas sesuai dengan jadwal. Penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat
situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung
gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja. Sebagai subyek dalam PTK termasuk murid-murid yang sedang
melakukan kegiatan pembelajaran. Di
dalam melaksanakan PTK bisa melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran
yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator dan observer.
Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang
dinamis pula, peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada. Guru memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel
agar kegiatan PTK selaras dengan situasi
yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya
perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari
semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu
sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Oleh karena itu diperlukan kerangka kerja agar
masalah pembelajaran secara praktis
dapat dipecahkan dalam situasi nyata melalui PTK. Tindakan dilaksanakan secara
terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk dijadikan
lgurusan dalam melakukan modifikasi.
Untuk dapat meraih perubahan dan perbaikian dalam pembelajaran yang
diinginkan melalui PTK, menurut McNiff (1991), ada beberapa persyaratan PTK,
yakni :
- Guru dan kolaborator serta murid-murid harus punya
tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen
itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara
proporsional.
- Guru dan kolaborator menjadi pusat dari
penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang
akan dicapai.
- Tindakan yang dilakukan hendaknya didasarkan
pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka
teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat
refleksi kritis.
- Tindakan tersebut dilakukan atas dasar
komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan.
- Penelitian tindakan melibatkan pengajuan
pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari
dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya.
- Guru mesti mamantau secara sistematik agar
mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan
dengan pemahaman yang lebih baik
- Guru perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam
berbagai bentuk termasuk: (1) tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam
bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri;
(2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang
proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4) bentuk visual
seperti diagram, gambar, dan grafik.
- Peneliti
(guru) perlu memvalidasi pernyataan tentang keberhasilan tindakannya
lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data
mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri),
meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk
memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar
dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi
selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap
penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati
kembali.
Kapan secara tepat guru dapat melakukan PTK?”
Jawabnya: Ketika guru ingin meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi
tanggung jawab nya dan sekaligus ingin melibatkan murid-murid Guru dalam proses
pembelajaran. Dengan kata lain, guru ingin meningkatkan praktik pembelajaran,
pemahaman dan ingin memperbaiki situasi pembelajaran di kelas.Dapat dikatakan
bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran, perilaku
murid-murid di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan
pembelajaran kelas. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan
keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah
dengan penerapan langsung di ruang kelas.
PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan
pembelajaran di ruangan kelas. Menurut Cohen (1990), PTK dapat berfungsi
sebagai :
1. Alat untuk mengatasi
masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas;
2. Alat pelatihan dalam-jabatan,
membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya
kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat;
3. Alat untuk memasukkan ke dalam
sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif;
4. Alat untuk meningkatkan
komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti;
5. Alat untuk menyediakan alternatif
bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah
kelas. Ada dua butir penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil
penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang
lain yang menginginkannya. Kedua, penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata
yang pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung
diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Ketiga, peneliti tindakan
melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan.
Menurut Calhoun, E.F (1993), PTK memiliki kelebihan berikut :
(1) tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK; (2) tumbuhnya
kreativitias dan pemikiran kritis lewat interaksi terbuka yang bersifat
reflektif/evaluatif dalam PTK; (3) dalam kerja sama ada saling merangsang untuk
berubah; dan (4) meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan
dialogis dalam PTK
PTK Guru juga memiliki kelemahan: (1) kurangnya pengetahuan dan
keterampilan dalam teknik dasar penelitian pada Guru sendiri karena terlalu
banyak berurusan dengan hal-hal praktis; (2) rendahnya efisiensi waktu
karena Guru harus punya komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya
sementara Guru masih harus melakukan tugas rutin; (3) konsepsi
proses kelompok yang menuntut pemimpin kelompok yang demokratis dengan kepekaan
tinggi terhadap kebutuhan dan keinginan anggota-anggota kelompoknya dalam
situasi tertentu, padahal tidak mudah untuk mendapatkan pemimimpin demikian.
Agar PTK berhasil, persyaratan berikut harus dipenuhi: (1) kesediaan
untuk mengakui kekurangan diri; (2) kesempatan yang memadai untuk menemukan
sesuatu yang baru; (3) dorongan untuk mengemukakan gagasan baru; (4) waktu yang
tersedia untuk melakukan percobaan; (5) kepercayaan timbal balik antar
orang-orang yang terlibat; dan (6) pengetahuan tentang dasar-dasar proses
kelompok oleh peserta penelitian.
C. Penelitian
Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi atau kerja sama perlu dan penting dilakukan dalam PTK karena PTK
yang dilakukan secara perorangan bertentangan dengan hakikat PTK itu sendiri
(Burns, 1999). Beberapa butir penting tentang PTK kolaboratif , yakni: (1)
penelitian tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu
yang dilakukan oleh sekelompok peneliti melalui kerja sama dan kerja bersama;
(2) penelitian kelompok tersebut dapat dilaksanakan melalui tindakan anggota
kelompok perorangan yang diperiksa secara kritis melalui refleksi demokratik
dan dialogis; (3) optimalisasi fungsi PTK kolaboratif dengan mencakup
gagasan-gagasan dan harapan-harapan semua orang yang terlibat dalam situasi
terkait; (4) pengaruh langsung hasil PTK pada guru dan murid-murid serta sekaligus pada situasi dan kondisi yang
ada.
Menurut
Burns (dalam Muhajir, N., 1997), butir-butir
yang perlu dipertimbangkan dalam PTK Guru antara lain :
2. PTK Guru hendaknya benar-benar
memanfaatkan keterampilan, minat dan keterlibatan Guru sebagai guru dan
sejawat;
3. PTK Guru hendaknya terpusat pada
masalah-masalah pembelajaran kelas Guru, yang ditemukan dalam kenyataan
sehari-hari. Namun demikian, hasil PTK Guru daapt juga memberikan masukan untuk
pengembangan teori pembelajaran bidang studi Guru;
4. Metodologi PTK Guru hendaknya
ditentukan dengan mempertimbangkan persoalan pembelajaran kelas Guru yang
sedang diteliti, sumber daya yang ada dan murid-murid sebagai sasaran
penelitian;
5. PTK Guru hendaknya direncanakan,
dilaksanakan dan dievaluasi secara kolaboratif. Tujuan, metode,
pelaksanaan dan strategi evaluasi hendaknya Guru negosiasikan dengan pemangku
kepentingan (stakeholders) terutama penelitian Guru, sejawat,
murid-murid, dan kepala sekolah (yang mungkin diperlukan dukungan kebijakannya);
6. PTK Guru hendaknya bersifat
antardisipliner, yaitu sedapat mungkin didukung oleh wawasan dan pengalaman
orang-orang dari bidang-bidang lain yang relevan, seperti ilmu jiwa,
antropologi, dan sosiologi serta budaya. Jadi Guru dapat mencari masukan dari
teman-teman guru atau dosen LPTK yang relevan.
Dalam PTK, butir-butir pelaksanaan di bawah harus
dipertimbangkan:
1. Guru sebagai pelaku PTK hendaknya
berupaya memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
melaksanakannya.
2. PTK selayaknya dilakukan dalam kelas sendiri.
3. PTK akan berjalan dengan baik
jika terkait dengan program peningkatan guru dan pengembangan materi di sekolah
atau wilayah sendiri.
4. PTK hendaknya dipadukan dengan
komponen evaluasi.
D. Proses
Dasar PTK
Seperti telah diuraikan sebelumnya, PTK bersifat partisipatori dan
kolaboratif, yang dilakukan karena ada kepedulian bersama terhadap situasi
pembelajaran kelas yang perlu ditingkatkan. Guru bersama pihak-pihak (sejawat,
murid, KS) mengungkapkan kepedulian akan peningkatan situasi tersebut, saling
menjajagi apa yang dipikirkan, dan bersama-sama berusaha mencari cara untuk
meningkatkan situasi pembelajaran. Guru bersama kolaborator (sejawat yang
berkomitmen) menentukan fokus strategi peningkatannya. Singkatnya, Guru secara
bersama-sama: (1) menyusun rencana
tindakan bersama-sama; (2) bertindak; dan
(3) mengamati secara
individual dan bersama-sama; dan (4) melakukan
refleksi bersama-sama pula. Kemudian, Guru bersama-sama merumuskan kembali rencana berdasarkan
informasi yang lebih lengkap dan lebih kritis. Itulah empat aspek pokok
dalam penelitian tindakan (Burns, 1999), yang selanjutnya diuraikan di bawah
ini.
1. Penyusunan Rencana
Rencana PTK merupakan tindakan pembelajaran kelas yang tersusun, dan dari
segi definisi harus prospektif ke depan pada tindakan dengan memperhitungkan
peristiwa-peristiwa tak terduga sehngga mengandung sedikit resiko. Maka rencana
mesti cukup fleksibel agar dapat diadaptasikan dengan pengaruh yang tak dapat
terduga dan kendala yang sebelumnya tidak terlihat. Tindakan yang telah
direncanakan harus disampaikan dengan dua pengertian. Pertama, tindakan kelas
mempertimbangkan resiko yang ada dalam perubahan dinamika kehidupan kelas Kedua,
tindakan-tindakan pilih karena memungkinkan guru untuk bertindak secara lebih
efektif dalam tahapan-tahapan pembelajaran, secara lebih bijaksana dalam
memperlakukan murid, dan cermat dalam mengamati kebutuhan dan perkembangan belajar
murid.
Pada prinsipnya, tindakan yang direncanakan dalam PTK hendaknya: (1) membantu Guru sendiri dalam (a)
mengatasi kendala pembelajaran kelas, (b) bertindak secara lebih
tepat-guna dalam kelas dan (c) meningkatkan keberhasilan pembelajaran kelas;
dan (2) membantu Guru menyadari potensi baru Guru untuk melakukan tindakan guna
meningkatkan kualitas kerja. Dalam proses perencanaan, peneliti harus berkolaborasi dengan sejawat melalui diskusi
untuk mengembangkan tindakan yang akan
dipakai dalam menganalisis dan meningkatkan pemahaman dan tindakan dalam kelas.
Rencana PTK hendaknya disusun berdasarkan hasil pengamatan awal refleksif
terhadap pembelajaran kelas Guru. Misalnya, jika Guru adalah guru bahasa
Inggris, Guru akan melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran kelas Guru
dalam konteks situasi sekolah secara umum dan mendeskripsikan hasil pengamatan.
Dari sini akan mendapatkan gambaran umum tentang masalah yang ada. Lalu Guru
meminta seorang guru bahasa Inggris lain sebagai kolaborator untuk melakukan
pengamatan terhadap proses pembelajaran yang Guru selenggarakan di kelas Guru;
selama mengamati, kolaborator memusatkan perhatiannya pada perilaku Guru
sebagai guru dalam upaya membantu murid belajar bahasa Inggris, dan perilaku
murid selama proses pembelajaran berlangsung, serta suasana pembelajarannya.
Rencana tindakan Guru perlu dilengkapi dengan pernyataan tentang
indikator-indikator peningkatan yang akan dicapai. Misalnya, indikator untuk
peningkatan keterlibatan murid adalah peningkatan jumlah murid yang melakukan
sesuatu dalam pembelajaran PKn, seperti bertanya, mengusulkan pendapat,
mengungkapkan kesetujuan, mengungkapkan kesenangan, mengungkapkan penolakan dan
sebagainya dalam bahasa Inggris; sedangkan indikator untuk produksi bahasa Inggris
adalah peningkatan jumlah ungkapan (kata/frasa/kalimat) bahasa Inggris yang
diproduksi oleh murid. Disamping itu, perlu juga indikator kualitatif, misalnya
peningkatan keakuratan (lafal dan tatabahasa) dan kelancaran bahasa
Inggris murid dengan deskriptor di masing-masing tingkatan.
2. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan hendaknya dituntun oleh rencana yang telah dibuat, tetapi perlu
diingat bahwa tindakan itu tidak secara mutlak dikendalikan oleh rencana,
mengingat dinamikan proses pembelajaran di kelas Guru, yang menuntut
penyesuaian. Oleh karena itu, Guru perlu bersikap fleksibel dan siap mengubah
rencana tindakan sesuai dengan keadaan yang ada. Semua perubahan/penyesuaian
yang terjadi perlu dicatat karena kelak harus dilaporkan.
Pelaksanaan rencana tindakan memiliki karakter perjuangan materiil, sosial,
dan politis ke arah perbaikan. Mungkin negosiasi dan kompromi diperlukan,
tetapi kompromi harus juga dilihat dalam konteks strateginya. Nilai tambah
taraf sedang mungkin cukup untuk sementara waktu, dan nilai tambah ini kemudian
mendasari tindakan berikutnya.
3. Observasi
Observasi tindakan di kelas
berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan bersama prosesnya.
Observasi itu berorientasi ke depan, tetapi memberikan dasar bagi refleksi sekarang,
lebih-lebih lagi ketika putaran atau siklus terkait masih berlangsung. Perlu
dijaga agar observasi: (1) direncanakan agar (a) ada dokumen sebagai dasar
refleksi berikutnya dan (b) fleksibel dan terbuka untuk mencatat hal-hal yang
tak terduga; (2) dilakukan secara cermat karena tindakan Guru di kelas selalu
akan dibatasi oleh kendala realitas kelas yang dinamis, diwarnai dengan hal-hal
tak terduga; (3) bersifat responsif, terbuka pgurungan dan pikirannya.
Apa yang diamati dalam PTK adalah (1) proses tindakannya, (b)
pengaruh tindakan (yang disengaja dan tak sengaja), (c) keadaan dan kendala
tindakan, (d) bagaimana keadaan dan kendala tersebut menghambat atau
mempermudah tindakan yang telah direncanakan dan pengaruhnya, dan (e) persoalan
lain yang timbul.
4. Refleksi
Yang dimaksud dengan refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali
suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Lewat
refleksi Guru berusaha (1) memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala
yang nyata dalam tindakan strategik, dengan mempertimbangkan ragam perspektif
yang mungkin ada dalam situasi pembelejaran kelas, dan (2) memahami persoalan
pembelajaran dan keadaan kelas di mana pembelajaran dilaksanakan. Dalam
melakukan refleksi, Guru sebaiknya juga berdiskusi dengan sejawat Guru, untuk
menghasilkan rekonstruksi makna situasi pembelajaran kelas dan memberikan dasar
perbaikan rencana siklus berikutnya. Refleksi memiliki aspek evaluatif; dalam
melakukan refleksi, Guru hendaknya menimbang-nimbang pengalaman menyelenggarakan
pembelajaran di kelas, untuk menilai apakah pengaruh (persoalan yang timbul)
memang diinginkan, dan memberikan saran-saran tentang cara-cara untuk
meneruskan pekerjaan. Tetapi dalam pengertian bahwa refleksi itu deskriptif, Guru
meninjau ulang, mengembangkan gambaran agar lebih lebih hidup (a) tentang
proses pembelajaran kelas Guru, (b) tentang kendala yang dihadapi dalam
melakukan tindakan di kelas, dan, yang lebih penting lagi, (c) tentang apa yang
sekarang mungkin dilakukan untuk para siswa Guru agar mencapai tujuan perbaikan
pembelajaran.
PTK merupakan proses dinamis, dengan empat momen dalam spiral perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi. (Kemmis dkk. (1982). Dalam praktik, proses
PTK dimulai dengan ide umum bahwa Guru menginginkan perubahan atau perbaikan
pembelajaran di kelas Guru. Inilah keputusan tentang letak di mana dampak
tindakan itu mungkin diperoleh. Setelah memutuskan medannya dan melakukan
peninjauan awal, Guru bersama kolaborator sebagai peneliti tindakan memutuskan
rencana umum tindakan. Dengan menjabarkan rencana umum ke dalam langkah-langkah
yang dapat dilakukan, Guru memasuki langkah pertama, yakni perubahan dalam
strategi yang ditujukan bukan saja untuk mencapai perbaikan, tetapi juga
pemahaman lebih baik tentang apa yang mungkin dicapai kemudian. Sebelum
mengambil langkah pertama, Guru harus lebih berhati-hati dan merencanakan
cara untuk memantau pengaruh langkah tindakan pertama, keadaan kelas Guru, dan
apa yang mulai dilihat oleh strategi dalam praktik. Jika mungkin mempertahankan
pencarian fakta dengan memantau tindakannya, langkah pertama diambil. Pada
waktu langkah itu dilaksanakan, data baru mulai masuk, dan keadaan, tindakan,
dan pengaruhnya dapat dideskripsikan dan dievaluasi. Tahap evaluasi ini menjadi
peninjauan yang segar yang dapat dipakai untuk menyiapkan cara untuk
perencanaan baru.
E. Alur Pelaksanaan PTK
Model rancangan PTK terletak pada alur pelaksanaan tindakan yang dilakukan.
Hal ini sekaligus menjadi penanda atau ciri khusus yang membedakan PTK dengan
jenis penelitian lain. Adapun alur penelitian tindakan yang dimaksud dapat
dilihat pada Gambar 1 (diadaptasi dari Kemmis dan McTaggart).
Gambar di atas menunjukkan bahwa pertama, sebelum melaksanakan tindakan,
terlebih dahulu peneliti harus merencanakan secara seksama jenis tindakan yang
akan dilaksanakan. Kedua, setelah
rencana disusun secara matang, barulah tindakan itu dilakukan. Ketiga, bersamaan dengan dilaksanakannya
tindakan, peneliti mengamati proses pelaksanaan tindakan itu sendiri dan akibat
yang ditimbulkannya. Keempat,
berdasarkan hasil pengamatan tersebut, peneliti kemudian melakukan refleksi
atas tindakan yang telah dilaksanakan. Jika hasil refleksi menunjukkan perlunya
dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan, maka rencana tindakan perlu
disempurnakan lagi agar tindakan yang dilaksanakan berikutnya tidak sekedar
mengulang apa yang telah diperbuat sebelumnya. Demikian seterusnya sampai
masalah yang diteliti dapat dipecahkan secara optimal.
F. Langkah-Langkah
Penelitian Tindakan
Ada beberapa langkah yang hendaknya diikuti
dalam melakukan penelitian tindakan). Langkah-langkah tersebut adalah sebagai
berikut: (1) mengidentifikasi dan merumuskan masalah; (2) menganalisis masalah;
(3) merumuskan hipotesis tindakan; (4) membuat rencana tindakan dan
pemantauannya; (5) melaksanakan tindakan dan mengamatinya; (6) mengolah dan
menafsirkan data; dan (7) melaporkan.
1. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Seperti telah disinggung di muka, PTK
dilakukan untuk mengubah perilaku Guru sendiri, perilaku sejawat dan
murid-murid, atau mengubah kerangka kerja, proses pembelajaran, yang pada
gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku Guru dan sejawat serta
murid-murid. Singkatnya, PTK lakukan untuk meningkatkan praktik pembelajaran.
Contoh-contoh bidang garapan PTK:
1) Metode mengajar, mungkin
mengganti metode tradisional dengan metode penemuan;
2) Strategi
belajar, menggunakan pendekatan integratif pada pembelajaran daripada satu
gaya belajar mengajar;
3) Prosedur
evaluasi, misalnya meningkatkan metode dalam penilaian kontinyu/otentik;
4) Penanaman atau perubahan sikap dan
nilai, mungkin mendorong timbulnya sikap yang lebih positif terhadap
beberapa aspek kehidupan;
5) Pengembangan
profesional guru misalnya meningkatkan keterampilan mengajar, mengembangkan
metode mengajar yang baru, menambah kemampuan analisis, atau meningkatkan
kesadaran diri;
6) Pengelolaan
dan kontrol, pengenalan bertahap pada teknik modifikasi perilaku; dan
7) Administrasi,
menambah efisiensi aspek tertentu dari administrasi sekolah (Cohen dan
Manion, 1980: 181).
a. Identifikasi Masalah
Seperti dalam jenis penelitian lain,
langkah pertama dalam penelitian tindakan adalah mengidentifikasi masalah.
Langkah ini merupakan langkah yang menentukan. Masalah yang akan diteliti harus
dirasakan dan diidentifikasi oleh peneliti sendiri bersama kolaborator meskipun
dapat dengan bantuan seorang fasilitator supaya mereka betul-betul terlibat
dalam proses penelitiannya. Masalahnya dapat berupa kekurangan yang dirasakan
dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, etos kerja, kelancaran komunikasi,
kreativitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masalahnya berupa kesenjangan
antara kenyataan dan keadaan yang diinginkan.
Masalahnya hendaknya bersifat tematik
seperti telah disebutkan di atas dan dapat diidentifikasi dengan pertolongan
tabel dua arah model Aristoteles. Misalnya dalam bidang pendidikan, ada empat
sel lajur dan kolom, sehubungan dengan anggapan bahwa ada empat komponen pokok
yang ada di dalamnya (Schab, 1969) yaitu: guru, siswa, bidang studi, dan
lingkungan. Semua komponen tersebut berinteraksi dalam proses
belajar-mengajar, dan oleh karena itu dalam usaha memahami komponen tertentu
peneliti perlu memikirkan bubungan di antara komponen-komponen tersebut.
Berikut adalah beberapa kriteria dalam
penentuan masalah: (a) Masalah harus penting bagi orang yang mengusulkannya dan
sekaligus signifikan dilihat dari segi pengembangan lembaga atau program; (b)
Masalahnya hendaknya dalam jangkauan penanganan. Jangan sampai memilih masalah
yang memerlukan komitmen terlalu besar dari pihak para penelitinya dan waktunya
terlalu lama; (c) Pernyataan masalahnya harus mengungkapkan beberapa dimensi
fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga pemecahannya dapat dilakukan
berdasarkan hal-hal fundamental ini daripada berdasarkan fenomena dangkal.
Berikut ini beberapa contoh masalah yang
diidentifikasi sebagai fokus penelitian tindakan: (1) rendahnya kemampuan
mengajukan pertanyaan kritis di kalangan mahasiswa; (2) rendahnya ketaatan staf
pada perintah atasan; (3) rendahnya keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran bahasa Inggris; (4) rendahnya kualitas pengelolaan interaksi
guru-siswa-siswa; (5) rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris ditinjau
dari tujuan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut; dan
(6) rendahnya kemandirian belajar siswa di suatu sekolah menengah atas.
b. Perumusan
masalah
Seperti telah disebutkan di atas, masalah
penelitian tindakan yang merupakan kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan
yang diinginkan hendaknya dideskripsikan untuk dapat merumuskannya. Pada
intinya, rumusan masalah harus mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada
dan keadaan yang diinginkan. Contoh-contoh
masalah di atas akan diberikan contoh rumusannya dalam Tabel 1 di bawah.
Seperti dapat dilihat pada Tabel 1, dalam rumusan ada deskripsi
tentang keadaan nyata dan deskripsi tentang keadaan yang diinginkan dan
kesenjangan antara dua keadaan tersebut merupakan masalah yang harus
diselesaikan dengan menutupnya melalui tindakan yang sesuai. Bagaimana cara
menutupnya? Karena penelitian tindakan merupakan kegiatan akademik dan
profesional, seorang peneliti perlu mencari wawasan teoretis dari pustaka yang
relevan untuk dapat menentukan cara-cara yang akan digunakan untuk menjawab
pertanyaan penelitiannya. Pustaka yang ditinjau hendaknya mencakup teori-teori
dan hasil penelitian yang relevan. Satu hal yang perlu diingat adalah
bahwa teori dalam penelitian tindakan bukan untuk diuji, melainkan untuk menuntun
peneliti dalam membuat keputusan-keputusan selama proses penelitian
berlangsung. Wawasan teoretis sangat mendukung proses analisis masalah.
Pada akhir tinjauan pustaka, peneliti tindakan dapat mengajukan hipotesis
tindakan atau pertanyaan penelitian.
2. Analisis
Masalah
Analisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui demensi-dimensi masalah
yang mungkin ada untuk mengidentifikasikan aspek-aspek pentingnya dan untuk
memberikan penekanan yang memadai.
Analisis masalah melibatkan beberapa jenis kegiatan,
bergantung pada kesulitan yang ditunjukkan dalam pertanyaan masalahnya;
analisis sebab dan akibat tentang kesulitan yang dihadapi, pemeriksaan asumsi
yang dibuat kajian terhadap data penelitian yang tersedia, atau mengamankan
data pendahuluan untuk mengklarifikasi persoalan atau untuk mengubah perspektif
orang-orang yang terlibat dalam penelitian tentang masalahnya.
Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan melalui diskusi di antara para peserta
penelitian dan fasilitatornya, juga kajian pustaka yang gayut.
Tabel 1: Masalah dan Rumusannya
No.
|
Masalah
|
Rumusan
|
1.
|
Rendahnya
kemampuan mengajukan pertanyaan kritis di kalangan siswa kelas 3 SMP
|
Siswa
kelas 3 SMP mestinya telah mampu mengajukan pertanyaan yang kritis, tetapi
dalam kenyataannya petanyaan mereka lebih bersifat klarifikasi
|
2.
|
Rendahnya
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris
|
Dalam
pembelajaran PKn, siswa mestinya terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar
lewat kegiatan yang menyenangkan, tetapi dalam kenyataan mereka sangat pasif.
|
3.
|
Rendahnya kualitas pengelolaan interaksi
guru-siswa-siswa
|
Pengelolan
interaksi guru-siswa-siswa mestinya memungkinkan setiap siswa untuk aktif
terlibat dalam proses pembelajaran, tetapi dalam kenyataan interaksi
hanya terjadi antara guru dengan beberapa siswa.
|
No.
|
Masalah
|
Rumusan
|
4.
|
Rendahnya
kualitas proses pembelajaran bahasa Inggris ditinjau dari tujuan
mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut
|
Proses
pembelajaran bahasa Inggris mestinya memberi kesempatan kepada siswa untuk
belajar menggunakan bahasa tsb. secara komunikatif, tetapi dalam kenyataannya
kegiatan pembelajaran terbatas pada kosakata, lafal dan struktur.
|
5.
|
Rendahnya kemandirian belajar siswa di
suatu SMP
|
Kemandirian belajar siswa SMP mestinya
telah berkembang jika kegiatan pembelajarannya mendukungnya, tetapi dalam
kenyataannya dominasi peran guru telah menghambat perkembangannya
|
3. Perumusan Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan
hipotesis perbedaan atau hubungan, melainkan hipotesis tindakan. Idealnya
hipotesis penelitian tindakan mendekati keketatan penelitian formal. Namun
situasi lapangan yang senantiasa berubah membuatnya sulit untuk memenuhi
tuntutan itu.
Rumusan hipotesis tindakan memuat tindakan
yang diusulkan untuk menghasilkan perbaikan yang diinginkan. Untuk sampai pada
pemilihan tindakan yang dianggap tepat, peneliti dapat mulai dengan menimbang
prosedur-prosedur yang mungkin dapat dilaksanakan agar perbaikan yang
diinginkan dapat dicapai sampai menemukan prosedur tindakan yang dianggap
tepat. Dalam menimbang-nimbang berbagai prosedur ini sebaiknya peneliti mencari
masukan dari sejawat atau orang-orang yang peduli lainnya dan mencari ilham
dari teori/hasil penelitian yang telah ditinjau seblumnya sehingga rumusan hipotesis
akan lebih tepat.
Contoh hipotesis tindakan akan diberikan di
sini. Situasinya adalah kelas yang siswa-siswanya sangat lamban dalam memahami
bacaan. Berdasarkan analisis masalahnya peneliti menyimpulkan bahwa siswa-siswa
tersebut memiliki kebiasaan membaca yang salah dalam memahami makna bahan
bacaannya, dan bahwa ‘kesiapan pengalaman’ untuk memahami konteks perlu
ditingkatkan. Maka hipotesis tindakannya sebagai berikut: “Bila kebiasaan
membaca yang salah dibetulkan lewat teknik-teknik perbaikan yang tepat dan
‘kesiapan pengalaman’ untuk memahami konteks bacaan ditingkatkan, maka para
siswa akan meningkat kecepatan membacanya.” Apabila setelah dilaksanakan
tindakan yang direncanakan dan telah diamati, hipotesis tindakan ini ternyata
meleset dalam arti pengaruh tindakannya belum seperti yang diinginkan, peneliti
harus merumuskan hipotesis tindakan yang baru untuk putaran penelitian tindakan
berikutnya. Dengan demikian, dalam suatu putaran spiral penelitian tindakan,
peneliti merumuskan hipotesis, dan pada putaran berikutnya merumuskan hipotesis
yang lain, dan putaran berikutnya lagi merumuskan hipotesis yang lain lagi
begitu seterusnya, sehingga pelaksanaan tugas terus meningkat kualitasnya.
Untuk masalah-masalah yang dicontohkan di
atas, diberikan contoh rumusan hipotesis tindakannya dalam Tabel 2 di
bawah.
Tabel.2: Masalah, Rumusan Masalah dan Hipotesis Tindakan
No
|
Masalah
|
Rumusan
|
Hipotesis Tindakan
|
1.
|
Rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan kritis di
kalangan siswa kelas 3 SMP
|
Siswa kelas 3 SMP mestinya telah mampu mengajukan
pertanyaan yang kritis, tetapi dalam kenyataannya petanyaan mereka lebih
bersifat klarifikasi
|
Jika tingkat kekritisan pertanyaan siswa kelas 3 SMP dijadikan penilaian kualitas partisipasi
mereka setelah diberi contoh dengan pembahasan-nya, kemampuan mengajukan
pertanyaan kritis mereka akan meningkat.
|
2.
|
Rendahnya keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran PKn kelas 2 SMP dan rendahnya motivasi belajar mereka
|
Dalam pembelajaran PKn, Siswa kelas 2 SMP mestinya terlibat secara aktif dalam
kegiatan belajar lewat kegiatan yang menyenangkan sehingga motivasi
belajarnya tinggi, tetapi dalam kenyataan mereka kurang sekali terlibat
sehingga motivasi mereka rendah.
|
Dengan kegiatan yang menyenangkan dalam
pembelajaran PKn kelas 2 SMP, keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar akan
meningkat, dan begitu juga motivasi belajar mereka.
|
3.
|
Rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris
ditinjau dari tujuan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa
tersebut
|
Kualitas pembelajaran bahasa Inggris mestinya tinggi
jika kegiatannya terfokus untuk mengembangkan kemahiran berkomunikasi dalam
bahasa Inggris, tetapi dalam kenyataannya focus terlalu berat pada kegiatan
untuk menguasai pengetahuan tentang grammar dan kosakata bahasa Inggris.
|
Jika kegiatan pembelajaran difokuskan pada
pengembangan kompetensi komunikatif berbahasa Inggris, kualitas pembelajaran
akan meningkat.
|
4.
|
Rendahnya kemandirian
belajar siswa kelas 2 SMP
|
Kemandirian
belajar siswa kelas 2 SMP mestinya telah
berkembang jika kegiatan pembelajarannya mendukungnya, tetapi dalam
kenyataannya dominasi peran guru telah menghambat perkembangannya
|
Jika
kegiatan pembelajaran diciptakan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan
masing-masing siswa, kemandirian belajar siswa kelas 2 SMP akan meningkat.
|
DAFTAR RUJUKAN
Calhoun, E.F. 1993. Action Research: Three Approaches. Educational Leadership 51, 2. Hlm.
62-65.
Dirjen Dikdasmen. 2003. Penelitian
Tindakan Kelas. Bahan Penataran untuk Instruktur. Malang: PPPG IPS dan PMP.
Kemmis, S. dan McTaggart,
R. 1988. The Action Research
Planner. Geelong, Victoria: Deakin University Press.
Madya, S. 2007. Penelitian Tindakan Kelas Bagian I, II, III.
Jakarta: Dirjen PMPTK.
McNiff, J. 1991. Action
Research: Principles and Practices. New York: Routledge.
Muhadjir, N. 1997.
Analisis dan Refleksi. Pedoman Penelitian Tindakan Kelas, Bagian
Keempat. Yogyakarta.
UP3SD BP3GSD-UKMP. SD.
Raka Joni, T. (Ed). 1995. Penelitian Praktis untuk Perbaikan
Pengajaran. Jakarta: BP3GSD Ditjend Dikti. Depdikbud.