Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa Inggris Dengan
Menerapkan Metode Kooperatif Model Jigsaw Pada Siswa Sekolah Dasar
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pada abad
21 ini, kita perlu menelaah kembali praktik-praktik pembelajaran di sekolah-sekolah.
Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan akan
didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21
akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang oleh
sekolah-sekolah.
Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam
dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini
menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa
dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau
setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi.
Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan
karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang
tinggi.
Tampaknya,
perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan
interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogyanyalah kegiatan belajar mengajar
juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa
diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru.
Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa.
Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnnya. Bahkan,
banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif
daripada pengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada
anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang
terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning. Dalam sistem ini,
guru bertindak sebagai fasilitator.
Ada beberapa alasan penting mengapa sistem
pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan
proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis
yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik dengan
keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang
berubah dan berkembang pesat.
Sesungguhnya,
bagi guru-guru di negeri ini metode gotong royong tidak terlampau asing dan
mereka telah sering menggunakannya dan mengenalnya sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak
bisa disangkal bahwa banyak guru telah sering menugaskan para siswa untuk
bekerja dalam kelompok.
Sayangnya,
metode kerja kelompok sering dianggap kurang efektif. Berbagai sikap dan kesan
negative memang bermunculan dalam pelaksaan metode kerja kelompok. Jika kerja
kelompok tidak berhasil, siswa cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya jika
berhasil, muncul perasaan tidak adil. Siswa yang pandai/rajin merasa rekannya
yang kurang mampu telah membonceng pada hasil kerja mereka. Akibatnya, metode
kerja kelompok yang seharusnya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa
persaudaraan dan kemampuan bekerja sama, justru bisa berakhir dengan
ketidakpuasaan dan kekecewaaan. Bukan hanya guru dan siswa yang merasa pesimis
mengenai penggunaan metode kerja kelompok, bahkan kadang-kadang orang tua pun
merasa was-was jika anak mereka dimasukkan dalam satu kelompok dengan siswa
lain yang dianggap kurang seimbang.
Berbagai
dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelmpok tersebut seharusnya bisa
dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam
mempersiapkan dan menyusun metode kerja kelompok. Yang diperkanalkan dalam
metode pembelajaran cooperative learning
bukan sekedar kerja kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem
pengajaran cooperative learning bisa
didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di
dalam struktur ini adalah lima
unsru pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif,
tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan
proses kelompok.
Kekawatiran
bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam
dalam penggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan
kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara
maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode
pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing
anggota dalam satu kelompok melaksanakan taanggung jawab pribadinya karena ada
sistem akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih
payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin
perbaikannya.
Dari
latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk melihat
pengaruh pembelajaran terstruktur dan pemberian balikan terhadap prestasi
belajar siswa dengan mengambil judul “Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa
Inggris Dengan Menerapkan Metode Kooperatif Model Jigsaw Pada Siswa Sekolah
Dasar”.
B. Rumusan
Masalah
Merujuk
pada uraian latar belakang di atas, dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang
dirumuskan sebagai berikut:
- Apakah
pembelajaran kooperatif model jigsaw berpengaruh terhadap hasil belajar Bahasa
Inggris siswa kelas ………………………………u Tahun Pelajaran 2004/2005?
- Seberapa
tinggi tingkat penguasaan materi pelajaran Bahasa Inggris dengan
diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model jigsaw pada siswa Kelas
…………………………………………. Tahun Pelajaran 2004/2005?
C. Tujuan
Penelitian
Berdasar
atas rumusan masalaah di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah:
- Untuk
mengungkap pengaruh pembelajaran kooperatif model jigsaw terhadap hasil
belajar Bahasa Inggris siswa kelas ……………………………….. Tahun 2004/2005.
- Ingin
mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan mata pelajaran Bahasa
Inggris setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model jigsaw pada siswa
Kelas …………………………………………….
D. Manfaat
Penelitian
Adapun
maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Hasil dan temuan penelitian ini dapat
memberikan informasi tentang pengaruh pembelajaran kooperatif model jigsaw
dalam meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris oleh guru ……………………………………...
2. Sekolah sebagai penentu kebijakan dalam
upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Bahasa
Inggris.
- Guru,
sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat
memberikan manfaat bagi siswa.
- Siswa,
dapat meningkatkan motiviasi belajar dan melatih sikap sosial untuk saling
peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam mencapai tujuan belajar.
- Menambah
pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru Bahasa Inggris dalam
meningkatkan pemahaman siswa belajar Bahasa Inggris.
- Sumbangan
pemikiran bagi guru Bahasa Inggris dalam mengajar dan meningkatkan
pemahaman siswa belajar Bahasa Inggris.
E. Penjelasan
Istilah
Agar
tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu
didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
- Pengajaran
Kooperatif adalah:
Suatu pendekatan pengajaran
yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk menetapkan
tujuan bersama.
- Motivasi
belajar adalah:
Dorongan dan kemauan belajar
yang dinyatakan dalam nilai atau skor yang setelah mengikuti kegiatan belajar
mengajar.
- Prestasi
belajar adalah:
Hasil belajar yang
dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti
pelajaran.
F. Batasan
Masalah
Karena
keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:
- Penelitian
ini hanya dikenakan pada siswa-siswa Kelas ………………………………tahun pelajaran
2004/2005.
- Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil tahun pelajaran
2004/2005.
- Materi
yang disampaikan adalah pada pokok bahasan ………………………
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Hasil
Belajar Bahasa Inggris
1. Pengertian
Di dalam istilah hasil
belajar, terdapat dua unsur di dalamnya, yaitu unsur hasil dan unsur belajar.
Hasil merupakan suatu hasil yang telah dicapai pebelajar dalam kegiatan
belajarnya (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya), sebagaimana
dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995: 787). Dari pengertian
ini, maka hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lajimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka nilai yang diberikan oleh guru.
Belajar
itu sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, atau memaknai sesuatu yang
diperoleh. Akan tetapi apabila kita bicara tentang hasil belajar, maka hal itu
merupakan hasil yang telah dicapai oleh si pebelajar.
Istilah hasil belajar
mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan prestasi belajar. Sesungguhnya
sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar.
Ada yang
berpendapat bahwa pengertian hasil belajar dianggap sama dengan pengertian
prestasi belajar. Akan tetapi lebih dahulu sebaiknya kita simak pendapat yang
mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi
belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang,
misalnya satu cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar
menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali
ulangan harian dan sebagainya.
Nawawi
(1981: 100) mengemukakan pengertian hasil adalah sebagai berikut: Keberhasilan
murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam
bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Pendapat lain dikemukakan oleh
Sadly (1977: 904), yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar sebagai
berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu
tertentu”, sedangkan Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa “hasil adalah
kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur”.
Menurut Nawawi (1981: 127),
berdasarkan tujuannya, hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Hasil belajar yang berupa kemampuan
keterampilan atau kecapakan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas,
termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat.
b. Hasil belajar yang berupa kemampuan
penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan.
c. Hasil belajar yang berupa perubahan
sikap dan tingkah laku.
- Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Sejak
awal dikembangkannya ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia, banyak dibahas
mengenai bagaimana mencapai hasil belajar yang efektif. Para
pakar dibidang pendidikan dan psikologi mencoba mengidentifikasikan
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Dengan diketahuinya
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar, para pelaksana maupun
pelaku kegiatan belajar dapat memberi intervensi positif untuk meningkatkan
hasil belajar yang akan diperoleh.
Secara
implisit, ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
a. Faktor Internal
Foktor
internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan
fungsi-fungsi fisiologis. Faktor fisiologis sangat menunjang atau melatar
belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya
dibanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan
jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan, kekurangan kadar
makanan akan mengakibatkan keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas
mengantuk dan lelah.
Faktor
psikologis, yaitu yang mendorong atau memotivasi belajar. Faktor-faktor
tersebut diantaranya:
-
Adanya
keinginan untuk tahu
-
Agar
mendapatkan simpati dari orang lain.
-
Untuk
memperbaiki kegagalan
-
Untuk
mendapatkan rasa aman.
b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor
eksternal, yaitu faktor dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar
anak, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat.
1) Faktor yang berasal dari orang tua
Faktor
yang berasal dari orang tua ini utamanya adalah sebagi cara mendidik orang tua
terhadap anaknya. Dlam hal ini dapat dikaitkan suatu teori, apakah orang tua
mendidik secara demokratis, pseudo demokratis, otoriter, atau cara laisses faire. Cara atau tipe mendidik
yang dimikian masing-masing mempunyai kebaikannya dan ada pula kekurangannya.
Menurut
hemat peneliti, tipe mendidik sesuai dengan kepemimpinan Pancasila lebih baik
dibandingkan tipe-tipe diatas. Karena orang tua dalam mencampuri belajar anak,
tidak akan masuk terlalu dalam.
Prinsip
kepemimpinan Pancasila sangat manusiawi, karena orang tua akan bertindak ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun
karsa, dan tut wuri handayani. Dalam kepemimpinan Pancasila ini berarti
orang tua melakukan kebiasaan-kebiasaan yang positif kepada anak untuk dapat
diteladani. Orang tua juga selalu memperhatikan anak selama belajar baik
langsung maupun tidak langsung, dan memberikan arahan-arahan manakala akan
melakukan tindakan yang kurang tertib dalam belajar.
Dalam
kaitan dengan hal ini, Tim Penyusun Buku Sekolah Pendidikan Guru Jawa Timur
(1989: 8) menyebutkan, “Di dalam pergaulan di lingkungan keluarga hendaknya
berubah menjadi situasi pendidikan, yaitu bila orang tua memperhatikan anak,
misalnya anak ditegur dan diberi pujian….” Pendek kata, motivasi, perhatian,
dan kepedulian orang tua akan memberikan semangat untuk belajar bagi anak.
2) Faktor yang berasal dari sekolah
Faktor
yang berasal dari sekolah, dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang
ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab
kegagalan belajar anak, yaitu yang menyangkut kepribadian guru, kemampuan
mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan anak memusatkan
perhatianya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang
diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan
kemauan belajar anak tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan
orang lain. Oleh karena itu menjadi tugas guru untuk membimbing anak dalam
belajar.
3) Faktor yang berasal dari masyarakat
Anak tidak lepas dari kehidupan
masyarakat. Faktor masyarakat bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap
pendidikan anak. Pengaruh masyarakat bahkan sulit dikendalikan. Mendukung atau
tidak mendukung perkembangan anak, masyarakat juga ikut mempengaruhi.
Selain
beberapa faktor internal dan eksternal di atas, faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dapat disebutkan sebagai berikut:
1) Minat
Seorang
yang tidak berminat mempelajari sesuatu tidak akan berhasil dengan baik, tetapi
kalau seseorang memiliki minat terhadap objek masalah maka dapat diharakan
hasilnya baik. Masalahnya adalah bagainama seorang pendidik selektif dalam
menentukan atau memilih masalah atau materi pelajaran yang menarik siswa.
Berikutnya mengemas materi yang dipilih dengan metode yang menarik. Karena itu
pendidik/ pengajar perlu mengenali karakteristik siswa, misalnya latar belakang
sosial ekonomi, keyakinan, kemampuan, dan lain-lain.
2) Kecerdasan
Kecerdasan
memegang peranan penting dalam menentukan berhasil tidaknya seserorang. Orang
pada umumnya lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas. Berbagai
penelitian menunjukkan hubungan yang erat antara tingkat kecerdasan dan hasil
belajar di sekalah (Sumadi, 1989: 11).
3) Bakat
Bakat
merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi yang perlu dilatih dan dikembangkan
agar dapat terwujud (Utami, 1992: 17). Bakat memerlukan latihan dan pendidikan
agar suatu tindakan dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Selain
kecerdasan bakat merupakan faktor yang menentukan berhasil tidaknya seseorang
dalam belajar (Sumadi, 1989: 12). Belajar pada bidang yang sesuai dengan
bakatnya akan memperbesar kemungkinan seseorang untuk berhasil.
4) Motivasi
Motivasi
merupakan dorongan yang ada pada diri anak untuk melakukan sesuatu tindakan.
Besar kecilnya motivasi banyak dipengaruhi oleh kebutuhan individu yang ingin
dipenuhi (Suharsimi, 1993: 88). Ada
dua macam motivasi yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
instrinsik adalah motivasi yang ditimbulkan dari dalam diri orang yang
bersangkutan. Sedangkan, motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul oleh
rangsangan dari luar atau motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar
situasi belajar, misalnya angka, ijazah, tingkatan, hadiah, persaingan,
pertentangan, sindiran, cemoohan dan hukuman. Motivasi ini tetap diperlukan di
sekolah karena tidak semua pelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
Dengan
memiliki kemampuan pada suatu mata pelajaran, baik itu pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang mampu dikembangkan, siswa diharapkan dapat mengalih gunakan
kemampuan-kemampuan tersebut dalam mengahadapi masalah-masalah dalam berbagai
bidang pelajaran. Kemampuan bernalar, kemampuan memilih strategi yang cocok
dengan permasalahannya, maupun kemampuan menerima dan mengemukakan suatu
informasi secara tetap dan cermat merupakan kemampuan umum yang dapat digunakan
dalam berbagai bidang.
B. Pengajaran
Kooperatif
Pengajaran
kooperatif (Cooperatif Learning)
memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar
(Houlobec, 2001).
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Manusia
memiliki derajat potensi, latar belakang histories, serta harapan masa depan
yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara
sadar menciptakan interaksi yang silih
asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi
juga sesama siswa.
Manusia
adalah makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain. Karena sifatnya yang
individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai
konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang
berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling membutuhkan maka
harus ada interaksi yang silih asih
(saling menyayangi atau saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling
mengasihi antar sesama siswa.
Perbedaan
antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan
ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia terhindar dari
ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa).
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan
kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman
dan Bintoro (200: 78) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh
antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”.
2. Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang
saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah
adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3)
akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar
pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman
& Bintoro, 2000:78-79)
a. Saling ketergantungan positif
Dalam
pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa
merasa saling membutuhkan. Hubungan yang
saling membutuhan inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi ntuk
meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai
melalui: (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling ketergantungan
dalam menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d)
saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.
b. Interaksi tatap muka
Interaksi
tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka
sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga
dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling
menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi
semacam itu sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar
dari sesamanya.
c. Akuntabilitas individual
Pembelajaran
kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun demikian,
penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran
secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya
disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui
siapa anggota kelompok mengetahui siapa anggota yang memerluan bantuan dan
siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan
atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena itu tiap anggota
kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok
secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar
pribadi
Dalam
pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan
terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritifk teman, berani
mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan
berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya
diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin
hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga
dari sesama siswa.
3. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran
tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat
dikemukan sebagai berikut ini.
a.
Merumuskan
tujuan pembelajaran. Ada
dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, tujaun akademik (academic objectives) dan tujuan
keterampilan bekerja sama (collaborative
skill objectives). Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf
perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan
bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang
lain, dan mengelola konflik.
b.
Menentukan
jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok
belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap
kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah: (1) taraf kemampuan siswa, (2)
ketersediaan bahan, dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota kelompok belajar
hendaknya kecil agar tiap siswa aktif menjalin kerjasama menyelesaikan tugas. Ada 4 pertanyaan yang
hendaknya dijawab oleh guru saat akan menempatkan siswa dalam kelompok. Keempat
pertanyaan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)
Pengelompokkan
siswa secara homogen atau heterogen? Pengelompokkan siswa hendaknya heterogen.
Keheterogenan kelompok mencakup jenis kelamin, ras, agama, (kalau mungkin),
tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.
2)
Bagimana
menempatkan siswa dalam kelompok? Ada
dua jenis kelompok belajar kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada
tugas (non-task-orientied), dan (2)
yang berorientasi pada tugas (task
oriented). Kelompok belajar kooperatif yang berorientasi bukan pada tugas
tidak menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap anggota kelompok. Kelompok
belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal Bahasa
Inggris berbentuk prosedur penyelesaian dan mencocokkan pendapatnya. Kelompok
belajar yang berorientasi pada tugas menekankan adanya pembagian tugas yang
jelas bagi semua anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti
pada saat siswa melakukan kunjungan ke kebun binatang sehinga harus disusun
oleh panitia untuk menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara,
seksi transportasi, seksi konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang baru mengenal
belajar kooperatif dapat ditempatkan dalam kelompok belajar yang berorientasi
pada tugas, dari jenis tugas yang sederhana hingga yang kompleks.
3)
Siswa
bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru. Kebebasan memilih teman sering
menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar kooperatif
tidak tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara acak
oleh guru. Ada
3 teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang dapat digunakan
oleh guru. Ketiga teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
a)
Berdasarkan
metode sosiometri. Melalui metode sosiometri guru dapat menentukan siswa yang
tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas) hingga yang paling tidak
disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi). Berdasarkan metode sosiometri
tersebut guru menyusun kelompok-kelompok belajar yang di dalam tiap kelompok
ada siswa yang tergolong banyak teman, yang tergolong biasa, dan yang
terisolasi.
b)
Berdasarkan
kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 30 siswa dan guru
ingin membentuk 10 kelompok belajar yang dari 1 hingga 10. Selanjutnya, para
siswa yang bernomor sama dikelompokkan sehingga terbentuklah 10 kelompok siswa
dengan masing-masing beranggotakan 3 orang siswa yang memiliki karakteristik
heterogen.
c)
Menggunakan
teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas
lebih dahulu dikelompokkan secara homogen atas dasar jenis kelamin dan atas
dasar kemampuannya (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya. Setelah itu,
secara acak siswa diambil dari kelompok homogen tersebut dan dimasukkan ke
dalam sejumlah kelompok-kelompok belajar yang heterogen.
3. Menetukan tempat duduk siswa. Tempat duduk
siswa hendaknya disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi
cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan
tempat duduk dapat dalam bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan.
4. Merancang bahan untuk meningkatkan saling
ketergantungan positif. Cara menyusun bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu
kegiatan pembelajaran dapat menetukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan
belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka
dapat berpartisipasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu
membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar
belum banyak pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa
bahwa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. Ada 3 macam cara untuk
meningkatkan saling ketergantungan positif. Ketiga macam cara tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut.
a. Saling ketergantungan bahan. Tiap
kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan kelompok harus bekerja sama untuk
mempelajarinya.
b. Saling ketergantungan informasi. Tiap
anggota kelompok diberi bahan ajar yang berbeda untuk selanjutnya disatukan
untuk disintesiskan. Bahan ajar juga dapat disajikan dalam bentuk “Jigsaw Puzzle” sehingga dengan demikian
tiap siswa memiliki bagian dari bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau
menyelesaikan tugas.
c. Saling ketergantungan menghadapi lawan
dari luar. Bahan ajar disusun dalam suatu bentuk pertandingan antar kelompok
yang memiliki kekuatan keseimbangan sebagai dasar untuk meningkatkan saling
ketergantungan positif antar anggota kelompok. Keseimbangan kekuatan antar
kelompok pelu diperhatikan Karena pertanding antar kelompok yang memiliki
kekuatan seimbang atau memiliki peluang untuk kalah atau menang yang sama dapat
meningkatkan motivasi belajar.
5. Menentukan peran siswa untuk menunjang
saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif dapat diciptakan
melalui pembagian tugas kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk
saling melengkapi. Dalam mata pelajara IPA misalnya, seorang anggota kelompok
diberi tugas sebagai peneliti\, yang lainnya seagai penyimpul, yang lainnya
lagi sebagai penulis, yang lainya lagi sebagai pemberi semangat, dan ada pula
yang menjadi pengawas terjalinya kerja sama. Penugasan untuk memerankan suatu
fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan
menjalin kerja sama.
6. Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang
perlu disadari oleh para guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada para
siswa. Beberapa aspek tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
a. Menyusun tugas sehingga siswa menjadi
jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan tugas sangat penting bagi para siswa
karena dapat menghindarkan mereka dari freustasi atau kebingungan. Dalam
pembelajaran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami tugasnya dapat bertanya
kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
b. Menjelaskan tujuan belajar dan
mengaitkannya dengan pengalaman siswa di masa lampau.
c. Menjelaskan berbagai konsep atau
pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti atau pengertian contoh
kepada para siswa.
d. Mengajukan berbagai pertanyaan khusus
untuk mengetahui pemahaman para siswa mengenai tugas mereka.
7. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan
dan keharusan bekerja sama. Menjelaskan tujaun dan keharusan bekerja sama
kepada para siswa dilakukan dengan contoh sebagai berikut.
a. Meminta kepada kelompok untuk
menghasilkan suatu karya atau produk tertentu. Jika karya kelompok berupa
laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan tersebut sebagai
tanda bahwa ia setuju dengan isi laporan kelompok dan dapat menjelaskan alasan
isi laporan tersebut.
b. Menyediakan hadiah bagi kelompok.
Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk mendorong kelompok menjalin
kerja sama sehingga terjalin pula rasa kebersamaan antar anggota kelompok.
Semua anggota kelompok harus saling membantu agar masing-masing memperoleh skor
hasil belajar yang optimal karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh
keberhasilan tiap anggota.
8. Menyusun akuntabilitas individual. Suatu
kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika
memperbolehkan adanya anggota kelompok yang mengerjakan seluruh pekerjan. Suatu
kelompok belajar juga tidak dapat dikatakan benar-benar kooperatif jika
memperbolehkn adanya anggota yang tidak melakukan apa pun demi kelompok. Untuk
menjamin agar seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agar
seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kerja sama dan agar kelompok
mengetahui adanya anggota kelompok yang memerlukan bantuan atau dorongan, guru
harus sering melakukan pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap siswa
terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari.
9. Menyusun kerja sama antar kelompok.
Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok belajar kooperatif dapat
diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja sama antar kelompok. Nilai
tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu
yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik,
para anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum
selesai. Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas
yang sehat, yang memungkinkan semua potensi siswa bekembang optimal dan
terintegrasi.
10. Menjelaskan kriteria keberhasilan.
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterion referenced). Pada awal
kegiatan belajar guruhendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai
bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.
11. Menjelaskan perilaku siswa yang
diharapkan. Perkataan kerja sama atau gotong royong sereing memiliki konotasi
dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu, guru perlu mendifinisikan
perkatann kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk berbagai perilaku
tersebut antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti “Tetaplah
berada dalam kelompokmu”, “Berbicaralah pelan-pelan”, Berbicaralah menurut
giliran,” dan sebagainya. Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif,
perilaku yang diharapkan dapat mencakup hal-hal sebagai berikut.
a. Tiap anggota kelompok menjelaskan
bagaimana memperoleh jawaban.
b. Meminta kepada tiap anggota kelompok
untuk mengaitkan pelajaran baru dengan yang telah dipelajari sebelumnya.
c. Memeriksa untuk meyakinkan bahwa semua
anggota kelompok memahami bahan yang dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.
d. Mendorong semua anggota kelompok agar
berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas.
e. Memperhatikan dengan sungguh-sungguh
mengenai apa yang dikatakan oleh anggota lain.
f.
Jangan
mengubah pikiran karena berbeda dari pikiran anggota lain tanpa penjelasan yang
logis.
g. Memberikan kritik kepada ide, bukan
kepada pribadi.
12. Memantau perilaku siswa. Setelah semua
kelompok mulai bekerja, guru harus menggunakan sebagian besar waktunya untuk
memantau kegiatan siswa. Tujuan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran,
mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab
pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.
13. Memberikan bantuan kepada siswa dalam
menyelesaian tugas. Pada saat melakukan pemantauan, guru harus menjelaskan
pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk menyelesaikan tugas, menjawab
pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menyelesaikan tugas kalau perlu.
14. Melakukan intervensi untuk mengajarkan
keterampilan bekerja sama. Pada saat memantau kelompok-kelompok yang sedang
belajar, guru kadang-kadang menemukan siswa yang tidak memiliki keterampilan
untuk menjalin kerja sama yang cukup dan adanya kelompok yang memiliki masalah
dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu memberikan nasihat
agar siswa dapat bekerja efektif.
15. Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran
berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok pelajaran, meminta kepada siswa
untuk mengemukakan ide atau contoh, dan menjawab pertanyaan dan hsil belajar
mereka.
16. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil
belajar siswa. Guru menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar para siswa
berdasarkan penilaian acuan patokan. Para
anggota kelompok hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai
kualitas pekerjaan dan hasil belajar mereka.
17. Menilai kualitas kerja sama antar
anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di kelas terbatas, diperlukan waktu
untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kerja sama antar
anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk
mengetahui apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang masih perlu
ditingkatkan pada hari berikutnya.
C.
Model Jigsaw
Metode
ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas Texas dan kemudian
diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Melalui metode Jigsaw kelas dibagi
menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari atau enam siswa dengan
karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam
bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian
dari bahan akademik tersebut. Pada anggota dari berbagai tim yang berbeda
memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan
selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan
siswa semacam itu desebut “kelompok pakar” (expert
group). Selanjutnya, para pakar siswa yang berada dalam kelompok pakar
kembali ke kelompoknya semula (home teams)
untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam
kelompok pakar. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi
secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam metode Jigsaw
versi Slavin. Individu atau tim yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan
oleh guru.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Bentuk
Penelitian Tindakan
Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan (action
research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah
pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif,
sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut
Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8) mengelompokkan penelitian
tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai peneliti, (b) penelitian
tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi sosial
eksperimental.
Dalam
penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung
jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan
ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara
penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan,
dan refleksi.
Dalam
penelitian ini peneliti tidak bekerjasama dengan siapapun, kehadiran peneliti
sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa,
sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan
data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.
B. Tempat,
Waktu dan Subyek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat
penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk
memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di ……………………………
2. Waktu Penelitian
Waktu
penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini
dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September semester ganjil
tahun pelajaran 2004/2005.
3. Subyek Penelitian
Subyek
penelitian adalah siswa-siswi Kelas …………………………………tahun pelajaran 2004/2005 pada
pokok bahasan perkembangan teknologi untuk produksi, komunikasi dan
transportasi.
C. Rancangan
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek
PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku
tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan
mereka dalam melaksanakan tugas,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta
memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam
Mukhlis, 2000: 3).
Sedangkah
menurut Mukhlis (2000: 5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat
sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi
pembelajaran yang dilakukan.
Adapun
tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran
secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan
budaya meneliti di kalangan guru (Mukhlis, 2000: 5).
Sesuai
dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart
(dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke
siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan),
observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada
siklus berikutnya adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan,
dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang
berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap
penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.1 Alur PTK
Penjelasan
alur di atas adalah:
- Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan
penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana
tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat
pembelajaran.
- Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang
dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa
serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode
pembelajaran model jigsaw.
- Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan
mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan
berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.
- Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil
refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan
pada siklus berikutnya.
Observasi dibagi dalam tiga putaran,
yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama
(alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri
dengan tes formatif di akhir masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran
dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus
Yaitu
seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan
kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelajaran (RP)
Yaitu
merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam
mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi
dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan
kegiatan belajar mengajar.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar
kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data
hasil kegiatan belajar mengajar.
4. Tes formatif
Tes ini
disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk
mengukur kemampuan pemahaman konsep Bahasa Inggris pokok bahasan perkembangan
teknologi untuk produksi, komunikasi dan transportasi. Tes formatif ini
diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru
(objektif). Sebelumnya soal-soal ini berjumlah 46 soal yang telah diujicoba,
kemudian penulis mengadakan analisis butir soal tes yang telah diuji validitas
dan reliabilitas pada tiap soal. Analisis ini digunakan untuk memilih soal yang
baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah
analisis butir soal adalah sebagai berikut:
a. Validitas Tes
Validitas
butir soal atau validitas item digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan
masing-masing butir soal. Sehingga dapat ditentukan butir soal yang gagal dan
yang diterima. Tingkat kevalidan ini dapat dihitung dengan korelasi Product
Moment:
(Suharsimi Arikunto,
2001: 72)
Dengan: rxy : Koefisien korelasi product moment
N : Jumlah peserta tes
ΣY : Jumlah skor total
ΣX : Jumlah skor butir soal
ΣX2 : Jumlah kuadrat skor butir soal
ΣXY : Jumlah hasil kali skor butir soal
b. Reliabilitas
Reliabilitas
butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus belah dua sebagai berikut:
(Suharsimi Arikunto,
2001: 93)
Dengan: r11 : Koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan
r1/21/2 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan
tes
Kriteria reliabilitas tes
jika harga r11 dari perhitungan lebih besar dari harga r pada tabel
product moment maka tes tersebut reliabel.
c. Taraf Kesukaran
Bilangan
yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal adalah indeks kesukaran. Rumus
yang digunakan untuk menentukan taraf kesukaran adalah:
(Suharsimi Arikunto, 2001: 208)
Dengan: P :
Indeks kesukaran
B : Banyak siswa yang menjawab soal
dengan benar
Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria untuk menentukan indeks
kesukaran soal adalah sebagai berikut:
-
Soal
dengan P = 0,000 sampai 0,300 adalah sukar
-
Soal
dengan P = 0,301 sampai 0,700 adalah sedang
-
Soal
dengan P = 0,701 sampai 1,000 adalah mudah
d. Daya Pembeda
Daya
pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang
menunjukkan besarnya daya pembeda desebut indeks diskriminasi. Rumus yang
digunakan untuk menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut:
(Suharsimi
Arikunto, 2001: 211)
Dimana:
D : Indeks diskriminasi
BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab
dengan benar
BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab
dengan benar
JA : Jumlah peserta kelompok atas
JB : Jumlah peserta kelompok bawah
Proporsi peserta kelompok atas yang
menjawab benar.
Proporsi peserta
kelompok bawah yang menjawab benar
Kriteria
yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal sebagai berikut:
-
Soal
dengan D = 0,000 sampai 0,200 adalah jelek
-
Soal
dengan D = 0,201 sampai 0,400 adalah cukup
-
Soal
dengan D = 0,401 sampai 0,700 adalah baik
-
Soal
dengan D = 0,701 sampai 1,000 adalah sangat baik
E. Metode
Pengumpulan Data
Data-data
yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan
belajar aktif, observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.
F. Teknik
Analisis Data
Untuk
mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan
analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan
atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui
prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap
kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk
menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah
proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan
evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Analisis ini dihitung dengan
menggunakan statistik sederhana yaitu:
- Untuk
menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti
melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi
dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes
formatif dapat dirumuskan:
Dengan :
= Nilai rata-rata
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N =
Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu
secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar
mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas
belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas
belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap
lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar
digunakan rumus sebagai berikut:
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data penelitian yang
diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa
pengamatan pengelolaan pembelajaran kooperatif model jigsaw dan pengamatan
aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa
pada setiap siklus.
Data
hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betul-betul
mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat
validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
Data
lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan
pembelajaran kooperatif model jigsaw yang digunakan untuk mengetahui pengaruh
penerapan model pembelajaran kooperatif model jigsaw dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktivitas siswa dan guru.
Data
tes formatif untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah
diterapkan pembelajaran kooperatif model jigsaw.
A.
Analisis Item Butir Soal
Sebelum
melaksanakan pengambilan data melalui instrument penelitian berupa tes dan
mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan dianalisis. Uji
coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang
dilakukan meliputi:
- Validitas
Validitas
butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan
sebagai instrument dalam penelitian ini. Dari perhitungan 45 soal diperoleh 15
soal tidak valid dan 30 soal valid. Hasil dari validits soal-soal dirangkum
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Soal Valid dan
Tidak Valid Tes Formatif Siswa
Soal Valid
|
Soal Tidak Valid
|
1, 2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 19,
21, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45
|
5, 6, 8, 15, 16, 18, 20, 22, 24, 31, 32, 33,
34, 35, 40, 46
|
- Reliabilitas
Soal-soal
yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil
perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0, 554.
Harga ini lebih besar dari harga r product moment. Untuk jumlah siswa (N = 28)
dengan r (95%) = 0,374. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah
memenuhi syarat reliabilitas.
- Taraf
Kesukaran (P)
Taraf
kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis
menunjukkan dari 46 soal yang diuji terdapat:
-
20 soal
mudah
-
16 soal
sedang
-
10 soal
sukar
- Daya
Pembeda
Analisis
daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa
yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Dari
hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkteriteria jelek sebanyak 16
soal, berkriteria cukup 20 soal, berkriteria baik 10 soal. Dengan demikian
soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syara-syarat validitas,
reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
B. Analisis
Data Penelitian Persiklus
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada
tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 7 September 2004 di Kelas
……………………… dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak
sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran
yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksaaan belajar mengajar
Pada
akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 1 dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah
dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut:
Table 4.2. Nilai Tes
Formatif Pada Siklus I
No. Urut
|
Nilai
|
Keterangan
|
No. Urut
|
Nilai
|
Keterangan
|
T
|
TT
|
T
|
TT
|
1
|
60
|
|
√
|
15
|
60
|
|
√
|
2
|
50
|
|
√
|
16
|
70
|
√
|
|
3
|
80
|
√
|
|
17
|
70
|
√
|
|
4
|
70
|
√
|
|
18
|
80
|
√
|
|
5
|
60
|
|
√
|
19
|
70
|
√
|
|
6
|
80
|
√
|
|
20
|
50
|
|
√
|
7
|
50
|
|
√
|
21
|
70
|
√
|
|
8
|
70
|
√
|
|
22
|
70
|
√
|
|
9
|
80
|
√
|
|
23
|
60
|
|
√
|
10
|
50
|
|
√
|
24
|
80
|
√
|
|
11
|
60
|
|
√
|
25
|
70
|
√
|
|
12
|
60
|
|
√
|
26
|
60
|
|
√
|
13
|
80
|
√
|
|
27
|
70
|
√
|
|
14
|
70
|
√
|
|
28
|
80
|
√
|
|
Jumlah
|
920
|
7
|
7
|
Jumlah
|
960
|
10
|
4
|
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2800
Jumlah Skor
Tercapai 1880
Rata-Rata Skor Tercapai 67,14
|
Keterangan:
T : Tuntas
TT :
Tidak Tuntas
Jumlah
siswa yang tuntas : 17
Jumlah
siswa yang belum tuntas : 11
Klasikal :
Belum tuntas
Tabel
4.3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus I
|
1
2
3
|
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
|
67,14
17
60,71
|
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa
dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model jigsaw diperoleh nilai
rata-rata prestasi belajar siswa adalah 67,14 dan ketuntasan belajar mencapai
60,71% atau ada 17 siswa dari 28 siswa
sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai
≥ 65 hanya sebesar 60,71% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang
dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih baru dan
asing terhadap metode baru yang diterapkan dalam proses belajar mengajar.
c. Refleksi
Dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan
sebagai berikut:
1) Guru kurang baik dalam memotivasi siswa
dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran
2) Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu
3) Siswa kurang begitu antusias selama
pembelajaran berlangsung.
d. Refisi
Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga
perlu adanya refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1) Guru perlu lebih terampil dalam
memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana
siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.
2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara
baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi
catatan
3) Guru harus lebih terampil dan
bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
2. Siklus II
a. Tahap perencanaan
Pada
tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan
Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 14 September 2004 di Kelas
…………… dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai
guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau kekurangan pada
siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada
akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 2 dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah
dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif II. Adapun data hasil
penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.
Table
4.4. Nilai Tes Formatif Pada Siklus II
No. Urut
|
Nilai
|
Keterangan
|
No. Urut
|
Nilai
|
Keterangan
|
T
|
TT
|
T
|
TT
|
1
|
80
|
√
|
|
15
|
70
|
√
|
|
2
|
70
|
|
√
|
16
|
60
|
|
√
|
3
|
90
|
√
|
|
17
|
80
|
√
|
|
4
|
50
|
√
|
|
18
|
70
|
√
|
|
5
|
70
|
√
|
|
19
|
70
|
√
|
|
6
|
70
|
|
√
|
20
|
70
|
√
|
|
7
|
70
|
√
|
|
21
|
60
|
|
√
|
8
|
60
|
|
√
|
22
|
90
|
√
|
|
9
|
70
|
√
|
|
23
|
80
|
√
|
|
10
|
80
|
√
|
|
24
|
60
|
|
√
|
11
|
80
|
√
|
|
25
|
80
|
√
|
|
12
|
70
|
√
|
|
26
|
60
|
|
√
|
13
|
70
|
√
|
|
27
|
90
|
√
|
|
14
|
70
|
√
|
|
28
|
70
|
√
|
|
Jumlah
|
1000
|
11
|
3
|
Jumlah
|
1010
|
10
|
4
|
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2800
Jumlah Skor Tercapai 2010
Rata-Rata Skor Tercapai 71,79
|
Keterangan:
T : Tuntas
TT :
Tidak Tuntas
Jumlah
siswa yang tuntas : 21
Jumlah
siswa yang belum tuntas : 7
Klasikal :
Belum tuntas
Tabel 4.5. Hasil Tes
Formatif Siswa Pada Siklus II
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus II
|
1
2
3
|
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
|
71,79
21
75,00
|
Dari
tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 71,79 dan
ketuntasan belajar mencapai 75,00% atau ada 21 siswa dari 28 siswa sudah tuntas
belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan belajar
secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I.
Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa mambantu siswa yang
kurang mampu dalam mata pelajaran yang mereka pelajari. Disamping itu adanya
kemampuan guru yang mulai meningkat dalam prose belajar mengajar.
c. Refleksi
Dalam
pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai
berikut:
1) Memotivasi siswa
2) Membimbing siswa merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3) Pengelolaan waktu
d. Revisi Rancangan
Pelaksanaan
kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka
perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain:
1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya
dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar
berlangsung.
2) Guru harus lebih dekat dengan siswa
sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan
pendapat atau bertanya.
3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing
siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep.
4) Guru harus mendistribusikan waktu secara
baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan.
5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak
contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada
setiap kegiatan belajar mengajar.
3. Siklus III
a. Tahap Perencanaan
Pada
tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
b. Tahap kegiatan dan pengamatan
Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan pada tanggal 21 September 2004 di Kelas
…………… dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai
guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan
memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau kekurangan pada
siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan (observasi)
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pada
akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 3 dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah
dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III. Adapun data hasil
penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:
Table
4.6. Nilai Tes Formatif Pada Siklus III
No. Urut
|
Nilai
|
Keterangan
|
No. Urut
|
Nilai
|
Keterangan
|
T
|
TT
|
T
|
TT
|
1
|
60
|
|
√
|
15
|
80
|
√
|
|
2
|
80
|
√
|
|
16
|
90
|
√
|
|
3
|
80
|
√
|
|
17
|
80
|
√
|
|
4
|
70
|
√
|
|
18
|
70
|
√
|
|
5
|
70
|
√
|
|
19
|
80
|
√
|
|
6
|
90
|
√
|
|
20
|
60
|
|
√
|
7
|
80
|
√
|
|
21
|
80
|
√
|
|
8
|
60
|
|
√
|
22
|
90
|
√
|
|
9
|
80
|
√
|
|
23
|
80
|
√
|
|
10
|
90
|
√
|
|
24
|
70
|
√
|
|
11
|
70
|
√
|
|
25
|
80
|
√
|
|
12
|
80
|
√
|
|
26
|
70
|
√
|
|
13
|
90
|
√
|
|
27
|
70
|
√
|
|
14
|
70
|
√
|
|
28
|
90
|
√
|
|
Jumlah
|
1070
|
12
|
2
|
Jumlah
|
1090
|
13
|
1
|
Jumlah Skor Maksimal Ideal 2800
Jumlah Skor Tercapai 2160
Rata-Rata Skor Tercapai 77,14
|
Keterangan:
T :
Tuntas
TT :
Tidak Tuntas
Jumlah
siswa yang tuntas : 25
Jumlah
siswa yang belum tuntas : 3
Klasikal :
Tuntas
Tabel 4.7. Hasil Tes
Formatif Siswa Pada Siklus III
No
|
Uraian
|
Hasil Siklus III
|
1
2
3
|
Nilai rata-rata tes formatif
Jumlah siswa yang tuntas belajar
Persentase ketuntasan belajar
|
77,14
25
89,29
|
Berdasarkan
tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 77,14 dan dari 28
siswa yang telah tuntas sebanyak 25 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan
belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar
89,29% (termasuk kategori tuntas). Hasil
pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya
peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya
peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang telah
diterapkan selama ini serta ada tanggung jawab kelompok dari siswa yang lebih
mampu untuk mengajari temannya kurang mampu.
c. Refleksi
Pada tahap
ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang
baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan pembelajaran kooperatif
model jigsaw. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai
berikut:
1. Selama proses belajar mengajar guru
telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek
yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek
cukup besar.
2. Berdasarkan data hasil pengamatan
diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.
3. Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya
sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
4. Hasil belajar siswsa pada siklus III
mencapai ketuntasan.
d. Revisi Pelaksanaan
Pada
siklus III guru telah menerapkan pembelajaran kooperatif model jigsaw dengan
baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan
proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan
revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah
selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan
tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan
pembelajaran kooperatif model jigsaw dapat meningkatkan proses belajar mengajar
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
C. Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui
hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw
memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat
dilihat dari semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi
yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari
siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 60,71%, 75,00%, dan 89,29%. Pada
siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Berdasarkan
analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran kooperatif
model jigsaw dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif
dalam peningkatan prestasi belajar siswa, yaitu dapat ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami
peningkatan.
3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan
analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Bahasa
Inggris dengan pembelajaran kooperatif model jigsaw yang paling dominan adalah,
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara
siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiswa dapat
dikategorikan aktif.
Sedangkan
untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah
pembelajaran kooperatif model jigsaw dengan baik. Hal ini terlihat dari
aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati
siswa dalam mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi
umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas
cukup besar.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan
berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Penerapan pembelajaran kooperatif model jigsaw
memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai
dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I
(60,71%), siklus II (75,00%), siklus III (89,29%).
- Penerapan
pembelajaran kooperatif model jigsaw mempunyai pengaruh positif, yaitu
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk mempelajari kembali materi
pelajaran yang telah diterima, hal ini ditunjukan dengan antusias siswa
yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran
kooperatif model jigsaw sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar.
- Pembelajaran
kooperatif model jigsaw memiliki dampak positif terhadap kerjasama antara
siswa, hal ini ditunjukkan adanya tanggung jawab dalam kelompok dimana
siswa yang lebih mampu mengajari temannya yang kurang mampu.
B. Saran
Dari
hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar
mengajar Bahasa Inggris lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal
bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
- Untuk
melaksanakan pembelajaran kooperatif model jigsaw memerlukan persiapan
yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik
yang benar-benar bisa diterapkan dengan pembelajaran kooperatif model
jigsaw dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang
optimal.
- Dalam
rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering
melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau dalam
taraf yang sederhana, dimana siswa
nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan
keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya.
- Perlu
adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya
dilakukan di ……………………………………………………
- Untuk
penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar
diperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algesindon.
Arikunto, Suharsimi.
1989. Penilaian Program Pendidikan.
Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud. Dirjen Dikti.
Arikunto, Suharsimi.
1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi.
Jakarta:
Rineksa Cipta.
Arikunto,
Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi.
2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi
Aksara.
Arikunto,
Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineksa Cipta.
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers.
Allin and Bacon, Inc. Boston.
Dayan,
Anto. 1972. Pengantar Metode Statistik
Deskriptif. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi.
Djamarah, Syaiful Bahri.
2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Djamarah. Syaiful Bahri.
2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Foster, Bob. 1999. Seribu Pena SLTP Kelas
I. Jakarta:
Erlangga.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan
Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Yoyakarta.
Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Hamalik, Oemar. 1999. Kurikuum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasibuan. J.J. dan
Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.
Mukhlis, Abdul. (Ed).
2000. Penelitian Tindakan Kelas.
Makalah PanitianPelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten
Tuban.
Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung: Jemmars.
Ngalim,
Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University
Press. Universitas Negeri Surabaya.
Poerwodarminto. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Bina Ilmu.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: Bina
Aksara.
Slameto, 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI,
Universitas Terbuka.
Suryabrata, Sumadi. 1990.
Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.
Suryosubroto, b. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa
Cipta.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Usman,
Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Wetherington. H.C. and
W.H. Walt. Burton.
1986. Teknik-teknik Belajar dan Mengajar.
(terjemahan) Bandung:
Jemmars.
MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR BAHASA INGGRIS DENGAN MENERAPKAN METODE KOOPERATIF MODEL JIGSAW PADA
SISWA SEKOLah....
KARYA ILMIAH
OLEH
……………………………
NIP: ………………………..
DINAS PENDIDIKAN KOTA …………………….
…………………………………………..
TAHUN ………………
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan penelitian ini telah disetujui
dan disyahkan untuk melengkapi perpustakaan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
dan dapat diajukan sebagai salah satu Karya Ilmiah untuk Penetapan Angka Kredit
Jabatas Guru pada Golongan IVa ke IVb.
Batu, Desember 20..
Kepala Sekolah
Penulis
……………………… ………………………………..
NIP:
………………….. NIP: ……………
Mengetahui Mengetahui
Pustakawan …………… Kepala Cab. Din.
Pendidikan
Kecamatan …………..
Kecamatan …………
…………………….. ……………………
NIP:
Mengetahui Mengetahui
Kepala Dinas Pendidikan Ketua P G R I
Kota …… Kota ……
……………………… …………………………
Pembina Utama Muda NPA: ………………….
NIP: …………………
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan karya ilmiah
dengan judul “Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa Inggris Dengan Menerapkan
Metode Kooperatif Model Jigsaw Pada Siswa Sekolah Dasar”, penulisan karya
ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di perpustakaan sekolah dan
dapat dipakai sebagai perbandingan dalam pembuatan karya ilmiah bagi teman
sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam rangka pembinaan
karya ilmiah remaja.
Dalam
penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya kepada:
1. Yth.
2. Yth. …………………..
3. Yth. Rekan-rekan Guru ………………………………………….
4. Semua pihak yang telah banyak membantu
sehingga penulisan ini selesai.
Penulis menyadari bahwa
penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan.
Penulis
ABSTRAK
……………., Bambang, 2004. Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa Inggris Dengan Menerapkan Metode
Kooperatif Model Jigsaw Pada Siswa Sekolah Dasar
Kata Kunci:
pengetahuan sosial, pembelajaran kooperatif model jigsaw
Kekawatiran bahwa semangat siswa dalam
mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam penggunaan metode
kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan
secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar
mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong royong
distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok
melaksanakan taanggung jawab pribadinya karena ada sistem akuntabilitas
individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan
usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya.
Permasalahan
yang ingin dikaji dalam dalam penelitian tindakan ini adalah: (a) Apakah
pembelajaran kooperatif model jigsaw berpengaruh terhadap hasil belajar Bahasa Inggris? (b) Seberapa tinggi
tingkat penguasaan materi pelajaran Bahasa Inggris dengan diterapkannya metode
pembelajaran kooperatif model Jigsaw?
Sedangkan
tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Untuk mengungkap pengaruh pembelajaran
kooperatif model jigsaw terhadap hasil belajar Bahasa Inggris. (b) Ingin
mengetahui seberapa jauh pemahaman dan penguasaan mata pelajaran Bahasa Inggris
setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model jigsaw pada siswa Kelas
……………………………………………...
Penelitian ini menggunakan penelitian
tindakan (action research) sebanyak
tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan,
kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah
siswa kelas ……………………………………………. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif,
lembar observasi kegiatan belajar mengajar.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi
belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu,
siklus I (60,71%), siklus II (75,00%), siklus III (89,29).
Simpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran
kooperatif model Jigsaw dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar
Siswa ………………………………………….. serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif pembelajaran Bahasa Inggris.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .................................................................................................
Halaman Pengesahan .................................................................................................
Kata Pengantar ..........................................................................................................
Abstrak ......................................................................................................................
Daftar Isi ...................................................................................................................
BAB ..... I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
D. Manfaat Penelitian ......................................................................
E. Penjelasan Istilah ........................................................................
F. Batasan Masalah ..........................................................................
BAB
II KAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Belajar Bahasa Inggris ........................................................
B. Pengajaran Kooperatif .................................................................
C. Metode Jigsaw .............................................................................
BAB
III METODOLOGI PENELITIAN
A. Bentuk Penelitian Tindakan ........................................................
B. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian .......................................
C. Rancangan Penelitian .................................................................
D. Instrumen Penelitian .........................................................
E. Metode Pengumpulan Data .........................................................
F. Teknik Analisis Data .................................................................
BAB
IV HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Analisis Item Butir Soal ..............................................................
B. Analisi Data Penelitian Persiklus ................................................
C. Pembahasan .................................................................................
BAB
V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................
B. Saran ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................